UU Nomor 17/2012, Apa yang Baru?
GERAKAN Koperasi Indonesia baru saja memperoleh kado istimewa berupa Undang-Undang Nomor 17 tentang Perkoperasian yang telah diundangkan pada tanggal 30 Oktober 2012. Masyarakat Koperasi di tanah air menyambut dengan sukacita undang-undang ini, karena memang sudah cukup lama menanti hadirnya regulasi baru di bidang Perkoperasian itu untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 yang dinilai tidak mampu lagi menjawab tantangan dan dinamika perubahan yang terjadi saat ini. Tetapi tidak juga bisa dinafikan bahwa hadirnya UU ini oleh sebagian pihak dikritisi sebagai mereduksi asas kegotong-royongan dan sarat dengan instrumen kapitalis.
Tulisan ini tidaklah dimaksudkan mengupas pro-kontra kehadiran dari Undang-undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian itu. Melainkan mencoba mengupas hal-hal yang baru, sehingga Undang-Undang ini bukan saja berbeda dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 yang digantikannya, tetapi juga menjawab ekspektasi filosofis, sosiologis, dan ekonomi dari Gerakan Koperasi.
Esensi
Undang-Undang Nomor 17 tentang Perkoperasian cakupannya meliputi 17 bab, 126 pasal dan mandate pengaturan pelaksanaan dalam 10 (sepuluh) Peraturan Pemerintah (PP) dan 5 (lima) Peraturan Menteri.
Dari seluruh pengaturan dalam Undang-Undang ini, maka esensi yang dapat ditarik adalah
1) sebagai landasan hukum bagi pengembangan ekonomi kerakyatan dan demokrasi ekonomi,
2) mempertegas kedudukan koperasi sebagai badan hukum dan badan usaha / perusahaan dengan memisahkan kekayaan anggota sebagai modal Koperasi dan adanya tanggungjawab terbatas dari anggota,
3) mempertegas pelayanan pada koperasi simpan pinjam (KSP) hanya kepada anggota,
4) mendorong koperasi sektor riil tumbuh berkembang yang member kemanfaatan nyata bagi anggota dan non anggota,
5) memberi ruang kreativitas bagi pengembangan modal koperasi,
6) pengawasan koperasi sector riil dan pembentukan lembaga pengawasan KSP,
7) perlindungan terhadap KSP dengan pembentukan lembaga penjaminan KSP.
Esensi lainnya adalah penegasan Dekopin (Dewan Koperasi Indonesia) sebagai simpul perjuangan Gerakan Koperasi dengan penguatan fungsi supervisi, advokasi, penyadaran masyarakat untuk berkoperasi, mendorong kerja sama antarkoperasi, juru bicara gerakan koperasi dan memajukan organisasi anggotanya.
HAL BERBEDA
Mencermati substansi pengaturan dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 ini, maka jika dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 terdapat sejumlah hal yang baru dan berbeda, baik berupa norma pengaturan maupun istilah-istilah yang digunakan.
Beberapa hal tersebut adalah,
pertama, nilai, pendirian dan nama koperasi.
Kedua, keanggotaan, pengawas dan pengurus.
Ketiga, modal koperasi. Keempat, jenis koperasi. 1) Setiap koperasi mencantumkan jenis koperasi di dalam anggaran dasar. 2) Jenis koperasi terdiri dari : koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa dan koperasi simpan pinjam (KSP). Kelima, KSP dan LPSKSP. Keenam, pengawasan.
IMPLEMENTASI
Kehadiran Undang-Undang Nomor 17 tentang Perkoperasian sebagai landasan hukum bagi semua upaya pemberdayaan koperasi merupakan suatu keniscayaan. Tidak bisa tidak, semua pemangku kepentingan perlu menyegerakan langkah-langkah implementasi dan antisipasi.
Bagi koperasi, implementasi tersebut antara lain adalah dalam hal perubahan anggaran dasar (terkait dengan penyesuaian: nama, fungsi pengawas dan pengurus, usaha dan jenis koperasi, modal koperasi dan seterusnya), rencana pemisahan (spin-off) unit usaha simpan pinjam pada koperasi serbausaha (multipurpose) menjadi koperasi simpan pinjam (KSP) dan koreksi (pengubahan) modal koperasi.
Pemerintah dan pemerintah daerah dituntut mengambil langkah strategis, yaitu melakukan sosialisasi secara intensif untuk menyamakan persepsi dan antisipasi dari kemungkinan adanya bias tafsir dari gerakan koperasi dan masyarakat dalam melaksanakan Undang-Undang Nomor 17 ini. Menyiapkan dan segera menyelesaikan berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri (Permen) yang dimandatkan oleh Undang-Undang nomor 17 ini. Disamping itu, perlu juga diterbitkan berbagai edaran terkait dengan pelayanan terhadap koperasi dan masyarakat dalam masa peralihan dan belum tersedianya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri yang baru.
Gerakan Koperasi, khususnya Dekopin dan Dekopinda (provinsi dan kabupaten/kota) sesegera mungkin melakukan langkah-langkah konsolidasi terkait dengan perubahan anggaran dasar (AD), memberikan masukan kepada pemerintah dalam hal sosialisasi undang-undang dan penyusunan berbagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 ini. Di samping itu, diperlukan pula langkah strategis untuk percepatan pelaksanaan tugas Dekopin dan Dekopinda serta rancang bangun pembentukan "dana pembangunan Dewan Koperasi Indonesia" yang digunakan untuk mendorong pengembangan Dewan Koperasi Indonesia.
Sumber :
http://mnj.bakrie.ac.id/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/77-news/94-uu-nomor-17-2012-apa-yang-baru
Di Terbtitkan di Koran Pikiran rakyat kamis 20 Desember 2012
SUWANDI
Penulis adalah Anggota Tim Pemerintah Untuk Pembahasan RUU Perkoperasian dan dosen universitas bakrie (ub) jakarta
Tulisan ini tidaklah dimaksudkan mengupas pro-kontra kehadiran dari Undang-undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian itu. Melainkan mencoba mengupas hal-hal yang baru, sehingga Undang-Undang ini bukan saja berbeda dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 yang digantikannya, tetapi juga menjawab ekspektasi filosofis, sosiologis, dan ekonomi dari Gerakan Koperasi.
Esensi
Undang-Undang Nomor 17 tentang Perkoperasian cakupannya meliputi 17 bab, 126 pasal dan mandate pengaturan pelaksanaan dalam 10 (sepuluh) Peraturan Pemerintah (PP) dan 5 (lima) Peraturan Menteri.
Dari seluruh pengaturan dalam Undang-Undang ini, maka esensi yang dapat ditarik adalah
1) sebagai landasan hukum bagi pengembangan ekonomi kerakyatan dan demokrasi ekonomi,
2) mempertegas kedudukan koperasi sebagai badan hukum dan badan usaha / perusahaan dengan memisahkan kekayaan anggota sebagai modal Koperasi dan adanya tanggungjawab terbatas dari anggota,
3) mempertegas pelayanan pada koperasi simpan pinjam (KSP) hanya kepada anggota,
4) mendorong koperasi sektor riil tumbuh berkembang yang member kemanfaatan nyata bagi anggota dan non anggota,
5) memberi ruang kreativitas bagi pengembangan modal koperasi,
6) pengawasan koperasi sector riil dan pembentukan lembaga pengawasan KSP,
7) perlindungan terhadap KSP dengan pembentukan lembaga penjaminan KSP.
Esensi lainnya adalah penegasan Dekopin (Dewan Koperasi Indonesia) sebagai simpul perjuangan Gerakan Koperasi dengan penguatan fungsi supervisi, advokasi, penyadaran masyarakat untuk berkoperasi, mendorong kerja sama antarkoperasi, juru bicara gerakan koperasi dan memajukan organisasi anggotanya.
HAL BERBEDA
Mencermati substansi pengaturan dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 ini, maka jika dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 terdapat sejumlah hal yang baru dan berbeda, baik berupa norma pengaturan maupun istilah-istilah yang digunakan.
Beberapa hal tersebut adalah,
pertama, nilai, pendirian dan nama koperasi.
Kedua, keanggotaan, pengawas dan pengurus.
Ketiga, modal koperasi. Keempat, jenis koperasi. 1) Setiap koperasi mencantumkan jenis koperasi di dalam anggaran dasar. 2) Jenis koperasi terdiri dari : koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa dan koperasi simpan pinjam (KSP). Kelima, KSP dan LPSKSP. Keenam, pengawasan.
IMPLEMENTASI
Kehadiran Undang-Undang Nomor 17 tentang Perkoperasian sebagai landasan hukum bagi semua upaya pemberdayaan koperasi merupakan suatu keniscayaan. Tidak bisa tidak, semua pemangku kepentingan perlu menyegerakan langkah-langkah implementasi dan antisipasi.
Bagi koperasi, implementasi tersebut antara lain adalah dalam hal perubahan anggaran dasar (terkait dengan penyesuaian: nama, fungsi pengawas dan pengurus, usaha dan jenis koperasi, modal koperasi dan seterusnya), rencana pemisahan (spin-off) unit usaha simpan pinjam pada koperasi serbausaha (multipurpose) menjadi koperasi simpan pinjam (KSP) dan koreksi (pengubahan) modal koperasi.
Pemerintah dan pemerintah daerah dituntut mengambil langkah strategis, yaitu melakukan sosialisasi secara intensif untuk menyamakan persepsi dan antisipasi dari kemungkinan adanya bias tafsir dari gerakan koperasi dan masyarakat dalam melaksanakan Undang-Undang Nomor 17 ini. Menyiapkan dan segera menyelesaikan berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri (Permen) yang dimandatkan oleh Undang-Undang nomor 17 ini. Disamping itu, perlu juga diterbitkan berbagai edaran terkait dengan pelayanan terhadap koperasi dan masyarakat dalam masa peralihan dan belum tersedianya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri yang baru.
Gerakan Koperasi, khususnya Dekopin dan Dekopinda (provinsi dan kabupaten/kota) sesegera mungkin melakukan langkah-langkah konsolidasi terkait dengan perubahan anggaran dasar (AD), memberikan masukan kepada pemerintah dalam hal sosialisasi undang-undang dan penyusunan berbagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 ini. Di samping itu, diperlukan pula langkah strategis untuk percepatan pelaksanaan tugas Dekopin dan Dekopinda serta rancang bangun pembentukan "dana pembangunan Dewan Koperasi Indonesia" yang digunakan untuk mendorong pengembangan Dewan Koperasi Indonesia.
Sumber :
http://mnj.bakrie.ac.id/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/77-news/94-uu-nomor-17-2012-apa-yang-baru
Di Terbtitkan di Koran Pikiran rakyat kamis 20 Desember 2012
SUWANDI
Penulis adalah Anggota Tim Pemerintah Untuk Pembahasan RUU Perkoperasian dan dosen universitas bakrie (ub) jakarta
0 comments:
Post a Comment