The Widgipedia gallery
requires Adobe Flash
Player 7 or higher.

To view it, click here
to get the latest
Adobe Flash Player.

Friday, September 06, 2013

Credit Union yang Memberdayakan dan Memandirikan

Menurut catatan sejarah, Koperasi Kredit atau Credit Union masuk ke Indonesia paroh waktu 1970-an dan masuk ke Flores 1971. Rentang waktu 42 tahun bukanlah aliran waktu yang pendek dan tanpa makna bagi seluruh masyarakat yang pernah mengalami madu dan butir-butir emas pemberdayaan Koperasi Kredit/Credit Union. Koperasi Kredit / Credit Union yang berkembang pesat saat ini di seluruh dunia dikembangkan pertama kali di Jerman oleh dua orang pelopor dalam waktu yang hampir bersamaan. Pertama adalah Hermann Schulze Delitzsch pada tahun 1850 dan kedua Friederich Wilhelm Raiffeisien yang koperasi pertamanya disebut Heddesdorf Credit Union (Heddesdorf adalah kota dimana Raiffeisien menjadi walikotanya) pada tahun 1864.

Tolak Bantuan Modal

Salah satu aspek percaya diri ialah kesadaran menabung sebagai upaya swadaya masyarakat di bidang ekonomi, menolong diri sendiri untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan dengan modal sendiri. Bukankah modal tabungan adalah salah satu ukuran keswadayaan?

Pengalaman mengajarkan bahwa modal dari dana bantuan yang datang terlalu awal karena belas kasihan perorangan atau badan yang menaruh keberpihakan pada orang kecil bisa menghambat tumbuhnya jiwa swadaya yang nampak pada pertumbuhan modal swadaya. Tidaklah bijak mencari modal bantuan dari luar selama modal dari dalam masih memungkinkan. Koperasi Kredit mengandalkan anggota sebagai pemodal utama.

Bambang Ismawan pernah menulis, “Koperasi Kredit atau yang lebih dikenal dengan sebutan Credit Union merupakan suatu terobosan untuk membantu masyarakat kecil dalam mengatasi permodalan dengan kekuatannya sendiri. Koperasi Kredit berusaha untuk mengubah mentalitas masyarakat bawah yang seringkali kurang percaya diri. Dengan menjadi anggota Koperasi Kredit, masyarakat diyakinkan bahwa mereka mampu menolong diri sendiri dengan kekuatan mereka sendiri secara bersama-sama. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa pendekatan koperasi kredit langsung pada pemecahan masalah pembangunan paling dalam yakni merombak ketergantungan menjadi kemandirian”.

Selama ini, berbagai bantuan modal kerja kepada koperasi atau pun bantuan lainnya kepada masyarakat semakin membuat masyarakat tidak berdaya dan bergantung. Bahkan secara kasat mata dapat dikatakan bahwa bantuan beras miskin (raskin) dan bantuan langsung tunai (BLT) yang sempat menghebohkan negara kita beberapa waktu lalu serta mungkin hingga saat ini merupakan musuh besar keswadayaan dan martabat manusia. Sebab melalui berbagai program apalagi bersifat proyek akan semakin mematikan kreativitas masyarakat untuk berusaha sekeras mungkin mempertahankan hidup (e’lan vitae) dan semakin meninabobokan masyarakat penerima. Proyek raskin dan blt, juga akan mewarisi kepada generasi anak cucu sebagai generasi yang hanya tahu menerima tanpa mau bekerja keras dan cerdas sehingga tidak heran banyak orang mencari jalan pintas dan melahirkan berbagai kerusuhan sosial di kota dan sekrang mulai dirasakan di desa-desa.

Pemberdayaan yang Memandirikan

Pendekatan pemberdayaan pada intinya memberikan fokus pada otonomi pengambilan keputusan suatu kelompok masyarakat yang berlandaskan pada sumber daya pribadi, langsung demokratis dan pembelajaran sosial melalui pengelaman langsung.

Pemberdayaan dilahirkan dari bahasa Inggris yakni ‘empowerment’ yang berarti pemberdayaan atau daya atau kekuatan. Pemberdayaan dimaknai sebagai segala usaha atau upaya untuk membebaskan masyarakat miskin dari belenggu kemiskinan yang menghasilkan suatu situasi berbagai kesempatan ekonomis tertutup bagi mereka karena kemiskinan tidak bersifat alamiah semata melainkan hasil berbagai macam faktor yang menyangkut kekuasaan dan kebijakan maka pemberdayaan harus juga melibatkan dua faktor bersangkutan.

Kemandirian (self-reliance) harus lebih dilihat sebagai sikap mental ialah sikap tergantung pada kemampuan dan sumberdaya sendiri. Dalam pelaksanaannya kemandirian dinyatakan sebagai sikap ada atau tidak ada bantuan, kegiatan berjalan terus (bdk. Ibnoe Soedjono, Membangun Koperasi Mandiri dalam Koridor Jatidiri, LSP2I-Jakarta 2007).

Menolong diri sendiri telah menjadi tradisi dan sekaligus nilai yang dianut koperasi dalam melaksanakan kemampuannya sehari-hari. Kemandirian seharusnya ditempatkan dalam kerangka hidup dengan menolong diri sendiri. Sebenarnya kebijakan untuk membantu koperasi dalam situasi seperti sekarang ini bukannya apriori salah, yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai bantuan yang diberikan justru mematikan upaya koperasi untuk menolong diri sendiri, untuk dapat hidup mandiri. Bantuan harus merupakan perangsangnya dan benar-benar diberlakukan secara selektif, sifatnya sementara dan tepat momentum dalam arti “memberikan minum pada saat orang haus atau memberi makan pada saat orang lapar”.

Walaupun demikian Almarhum Ibnoe Soedjono menulis, “Meski pun demikian kita masih beruntung karena masih cukup banyak koperasi yang sejak puluhan tahun mampu mempertahankan kemandiriannya tanpa menerima bantuan modal dari pemerintah seperti halnya koperasi-koperasi kredit (CU) yang membiayai seluruh kegiatannya dari sistem internalnya sendiri. Juga dalam rangka kebijakan pemerintah pada waktu ini yang menyodor-nyodorkan ‘bantuan modal’ masih ada koperasi-koperasi yang menolak bantuan tersebut karena tidak ingin kehilangan kemandiriannya”.

Lebih lanjut, Ibnoe Soedjono mengeritik cukup tajam pemerintah yang memberikan bantuan modal kepada koperasi. Dia pun menulis, “Dibiayainya gerakan koperasi oleh anggaran belanja negara dan daerah sepintas lalu kelihatannya sebagai kebijakan yang membantu koperasi akan tetapi pada hakekatnya memberi peluang dan membiarkan koperasi menelan ‘narkoba’ yang akan membuat koperasi ketagihan, melumpuhkan mental kemandirian dan mati secara pelan-pelan. Bagi sekelompok orang yang kebetulan memimpin koperasi, pembiyaan seperti itu bisa disalahgunakan sebagai sumber “kekuatan dan kekuasaan politik” yang dapat merusak koperasi itu sendiri”.

Berdasarkan reflesksi pengelaman pribadi penulis, sudah kurang lebih 14 tahun berkiprah di koperasi kredit, saya mempunyai satu kesimpulan sederhana bahwa gerakan koperasi kredit lebih menggerakkan masyarakat untuk hidup mandiri dari apa yang ada pada mereka (pengetahuan, ketrampilan, sikap/karakter) yang disokong dengan berbagai sumber daya alam yang tersedia. Juga ketika saya ke Thailand (Februari 2008 & Januari 2009), koperasi kredit di sana memobilisasi sikap hidup hemat dengan cara menabung Rp.1,000.- per hari misalnya serta memprakarsai lahirnya jiwa kewirausahaan anggota (masyarakat) yang akhir-akhir ini menghasilkan kurang lebih 3-4% penduduknya berwirausaha dan mengurangi jumlah masyarakatnya untuk memilih bekerja sebagai orang upahan.

Tentunya semua impian tersebut tidak mudah untuk direalisasikan namun paling kurang secara strategis; cara kerja pemberdayaan ala koperasi kredit rasanya lebih cocok untuk masyarakat kita menuju standar ideal negara maju secara ekonomis sekurang-kurang penduduknya 2,5% bergerak di bidang wirausaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidup secara mandiri. Viva Koperasi Kredit!

Sumber :
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/04/26/koperasi-kredit-pemberdayaan-yang-memandirikan-457637.html

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Bookmark and Share

Site Meter

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP