RUU Perkoperasian Jangan Bunuh Jati Diri Koperasi
Perekonomian Indonesia semakin keblinger, sistem ekonomi pasar dan globalisasi perdagangan yang diterima sebagai kemuthlakan sebagaimana kredo neoliberalisme yang seakan tidak dapat dibantah dan dipilih alternatif lain untuk hidup dan berkembang menggerakkan laju perekonomian nasional. Seperti halnya keberadaan gerakan koperasi di Indonesia - yang kian digemari rakyat - alih-alih bukannya didorong tumbuh kembangnya justru terus mengalami kesulitan dari berbagai macam regulasi pemerintah yang kurang mendukung berkembangnya potensi kejayaan gerakan koperasi. Dukungan pemerintah terus menurun.
Hubungan pemerintah dengan koperasi menjurus kearah pengendalian perkembangan gerakan koperasi di Indonesia. Eksistensi koperasi justru semakin terpinggirkan sementara negara lain - bahkan negara-negara maju - semakin melirik keberadaan koperasi pada saat perusahaan prifat semakin membawa perekonomian negara mudah terserang gejolak krisis.
“Ironis saat negara se liberal Amerika Serikat saja presiden Barach Obama menyatakan agar bank-bank swasta yang terancam bangkrut mesti menjadi bank koperasi di Indonesia justru sebaliknya koperasi yang tumbuh digiring untuk dapat dikuasai swasta”. Demikian disampaikan Suroto Direktur LSP2I (Lembaga Studi Pengembangan Koperasi Indonesia) dalam acara Seminar Nasional bertema ”RUU Perkoperasaian dan Penegasan Jatidiri Koperasi” yang diselenggarakan di Hotel Grand Cempaka Jakarta, Sabtu 2 April 2010.
Seminar yang diprakarsai Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasaian Indonesia (LSP2I) dan didukung sepenuhnya oleh Induk Koperasi Kredit (INKOPDIT) ini menghadirkan pembicara Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari FPDIP Aria Bima, Direktur LSP2I Suroto, Deputi Kelembagaan Kementrian Koperasi dan UKM Untung Tri Basuki, dan General Manager Credit Union.
Isu penting yang menjadi bahasan seminar adalah pada penegasan jatidiri koperasi yang merupakan perwujudan gotong royong. Definisi koperasi sebagaimana dicantumkan dalam UU No. 25 Tahun 1992 yang memberikan penekanan pada sifat koperasi sebagai badan usaha perlu disesuaikan kembali dengan definisi yang telah disepakati secara universal (Jatidiri koperasi) sebagaimana tercantum dalam identitas koperasi internasional (International Co-operative Identity Statement) yang ditetapkan dalam Konggres International Co-operative Alliance(ICA) tahun 1995 di Manchester, Inggris yang member bases bukan kumpulan modal. Upaya pembengkokan arah koperasi untuk dikuasai kekuatan modal harus diluruskan.
Bahkan dalam perkembangan setelah dilakukan pencermatan terhadap RUU Perkoperasaian yang telah masuk dalam pembahasan di DPR, terdapat pasal yang kontroversial dan bahkan dari banyak pasal yang ada tidak konsisten dengan terjemahan dari jatidiri koperasi. Sebagai contoh, masih lemahnya penerjemahan substansi filosofi dari jatidiri Koperasi (Psl 1-4), menyangkut proses pendirian koperasi (Psl 9), tentang definisi anggota yang hanya sebagai pengguna jasa (Psl 26), tentang kedudukan Pengawas yang dominan (Psl 48-49), persyaratan pengurus (Psl 54), penyebutan DEKOPIN sebagai wadah tunggal (Psl 13), tidak adanya sanksi yang jelas, dan masih banyak pasal-pasal lainya yang akan berdampak melemahkan posisi koperasi sebagai organisasi yang berbasiskan pada orang (people base association) demikian terungkap dalam seminar yang dihadiri ratusan praktisi gerakan koperasi di Indonesia ini.
Tentu perjuangan gerakan koperasi di Indonesia untuk memberi alternatif tata ekonomi yang menuju keadilan dan kemakmuran rakyat tidak mudah. Apalagi banyak ironis seperti penyataan Ketua Umum DEKOPIN Nurdin Halid yang justru menyatakan pemolakannya untuk mundur dari posisi Ketua PSSI maupun Ketua DEKOPIN dikait-kaitkan alasan karena hendak melawan gerakan sosialis sebagaimmana diberitakan www.metrotv.com. Perntanyaannya mau di bawa kemana koperasi jika demikian?
Sumber : http://metro.kompasiana.com/2011/04/04/ruu-perkoperasian-jangan-bunuh-jati-diri-koperasi/
Hubungan pemerintah dengan koperasi menjurus kearah pengendalian perkembangan gerakan koperasi di Indonesia. Eksistensi koperasi justru semakin terpinggirkan sementara negara lain - bahkan negara-negara maju - semakin melirik keberadaan koperasi pada saat perusahaan prifat semakin membawa perekonomian negara mudah terserang gejolak krisis.
“Ironis saat negara se liberal Amerika Serikat saja presiden Barach Obama menyatakan agar bank-bank swasta yang terancam bangkrut mesti menjadi bank koperasi di Indonesia justru sebaliknya koperasi yang tumbuh digiring untuk dapat dikuasai swasta”. Demikian disampaikan Suroto Direktur LSP2I (Lembaga Studi Pengembangan Koperasi Indonesia) dalam acara Seminar Nasional bertema ”RUU Perkoperasaian dan Penegasan Jatidiri Koperasi” yang diselenggarakan di Hotel Grand Cempaka Jakarta, Sabtu 2 April 2010.
Seminar yang diprakarsai Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasaian Indonesia (LSP2I) dan didukung sepenuhnya oleh Induk Koperasi Kredit (INKOPDIT) ini menghadirkan pembicara Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari FPDIP Aria Bima, Direktur LSP2I Suroto, Deputi Kelembagaan Kementrian Koperasi dan UKM Untung Tri Basuki, dan General Manager Credit Union.
Isu penting yang menjadi bahasan seminar adalah pada penegasan jatidiri koperasi yang merupakan perwujudan gotong royong. Definisi koperasi sebagaimana dicantumkan dalam UU No. 25 Tahun 1992 yang memberikan penekanan pada sifat koperasi sebagai badan usaha perlu disesuaikan kembali dengan definisi yang telah disepakati secara universal (Jatidiri koperasi) sebagaimana tercantum dalam identitas koperasi internasional (International Co-operative Identity Statement) yang ditetapkan dalam Konggres International Co-operative Alliance(ICA) tahun 1995 di Manchester, Inggris yang member bases bukan kumpulan modal. Upaya pembengkokan arah koperasi untuk dikuasai kekuatan modal harus diluruskan.
Bahkan dalam perkembangan setelah dilakukan pencermatan terhadap RUU Perkoperasaian yang telah masuk dalam pembahasan di DPR, terdapat pasal yang kontroversial dan bahkan dari banyak pasal yang ada tidak konsisten dengan terjemahan dari jatidiri koperasi. Sebagai contoh, masih lemahnya penerjemahan substansi filosofi dari jatidiri Koperasi (Psl 1-4), menyangkut proses pendirian koperasi (Psl 9), tentang definisi anggota yang hanya sebagai pengguna jasa (Psl 26), tentang kedudukan Pengawas yang dominan (Psl 48-49), persyaratan pengurus (Psl 54), penyebutan DEKOPIN sebagai wadah tunggal (Psl 13), tidak adanya sanksi yang jelas, dan masih banyak pasal-pasal lainya yang akan berdampak melemahkan posisi koperasi sebagai organisasi yang berbasiskan pada orang (people base association) demikian terungkap dalam seminar yang dihadiri ratusan praktisi gerakan koperasi di Indonesia ini.
Tentu perjuangan gerakan koperasi di Indonesia untuk memberi alternatif tata ekonomi yang menuju keadilan dan kemakmuran rakyat tidak mudah. Apalagi banyak ironis seperti penyataan Ketua Umum DEKOPIN Nurdin Halid yang justru menyatakan pemolakannya untuk mundur dari posisi Ketua PSSI maupun Ketua DEKOPIN dikait-kaitkan alasan karena hendak melawan gerakan sosialis sebagaimmana diberitakan www.metrotv.com. Perntanyaannya mau di bawa kemana koperasi jika demikian?
Sumber : http://metro.kompasiana.com/2011/04/04/ruu-perkoperasian-jangan-bunuh-jati-diri-koperasi/
0 comments:
Post a Comment