The Widgipedia gallery
requires Adobe Flash
Player 7 or higher.

To view it, click here
to get the latest
Adobe Flash Player.

Saturday, May 14, 2011

Paradigma Nilai Dasar Dan Jatidiri Koperasi Dalam Era Globalisasi

Pengantar
Hari Koperasi tahun ini (2011) memasuki tahun yang ke 64. Dalam rangka itu, saya menyampaikan penghargaan karena lokakarya yang diselenggarakan dengan mengambil tema “Implementasi Jatidiri Koparesi Dalam Kehidupan Berkoperasi di Indonesia”.

Saya teringat pertanyaan yang sering dijawab sendiri oleh almarhum Ir. Ibnoe Soejono di beberapa pertemuan. Dari mana kita tahu bahwa sebuah badan yang namanya koperasi adalah benar-benar koperasi? Jawabannya singkat, dari jatidirinya.

Sebuah Ilustrasi:
Kehidupan zaman kita berkembang di bawah pengaruh ilmu, teknologi, dan pemikiran rasional yg berasal dari Eropa abad ke-17 dan ke-18. Budaya industri Barat dibentuk oleh filosufi Pencerahan (Enlightenment)—oleh tulisan-tulisan para pemikir yang melawan pengaruh agama dan dogma, serta ingin menggantikannya dengan pendekatan yang lebih berdasarkan akal budi dalam kehidupan praktis.

Para filosuf Pencerahan mempunyai ajaran yang sederhana namun mempunyai pengaruh sangat besar. Menurut mereka, semakin kita mampu memahami dunia dan diri kita sendiri secara rasional, semakin dapat kita membentuk sejarah untuk tujuan kita sendiri. Kita harus membebaskan diri dari kebiasaan dan prasangka masa lalu untuk mengendalikan masa depan.

Menurut pandangan ini, dengan semakin berkembang ilmu dan teknologi, dunia seharusnya menjadi lebih stabil dan tertib. Bahkan banyak pemikir yang menerima gagasan ini. Novelis George Orwell, misalnya, membayangkan sebuah masyarakat yang begitu stabil dan dapat diprediksikan – di mana kita semua menjadi roda-roda kecil dalam mesin sosial dan ekonomi yang besar. Begitu pula harapan para pemikir sosial, seperti sosiolog terkenal asal Jerman, Max Weber.

Akan tetapi, dunia tempat kita hidup sekarang ini tidak begitu tampak & terasa seperti yang mereka perkirakan. Bukannya semakin dapat dikendalikan, dunia kita justru tampak di luar kendali kita – sebuah dunia yang tunggang langgang (runaway world). Selain itu, beberapa pengaruh yang dikira dapat membuat hidup kita lebih pasti dan dapat diprediksi, termasuk kemajuan ilmu dan teknologi, seringkali mempunyai dampak sebaliknya. Perubahan iklim global dan berbagai risiko yang berkaitan dengannya, misalnya, mungkin merupakan akibat dari intervensi kita terhadap lingkungan. Ini bukanlah fenomena alamiah. Tak pelak lagi, ilmu dan teknologi terlibat dalam upaya kita menanggulangi risiko semacam itu, namun keduanya lebih dahulu menciptakan risiko tersebut.

Koperasi di Era Otonomi
Di era otonomi sekarang ini, setiap daerah dan masyarakat mestinya harus memiliki rasa percaya diri bahwa melalui organisasi koperasi, kegiatan ekonomi kooperatif (=berjatidiri) dapat diperhitungkan keandalan kekuatannya dalam perekonomian global.

Karena, dalam tatanan sosial-ekonomi “tergolong baru”, pemerintah termasuk pemerintah daerah, berperan menjaga dipatuhinya aturan main ber-ekonomi yang menghasilkan “sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Otonomi daerah yang merupakan simbol kewenangan daerah mengelola sendiri ekonomi daerah, mestinya harus dilengkapi “good governance” yang diatur secara serasi oleh pemerintah daerah bersama DPRD. Semua itu ditujukan untuk terpenuhinya kesejahteraan rakyat.

Sementara itu, koperasi juga harus mereformasi diri dengan meninggalkan sifat-sifat yang tidak kooperatif, dan kembali kepada koperasi yang mengutamakan kepentingan anggotanya dalam arti yang sebenarnya.

Jika koperasi benar-benar merupakan koperasi yang “berjatidiri”, maka tentunya tidak akan pernah ada program/kegiatan koperasi yang tidak berkaitan langsung dengan kebutuhan anggota. Apalagi merugikan.

Setiap “produk” dan kegiatan usaha koperasi tentunya mendasarkan pada “persetujuan anggota”. Ini berarti bahwa koperasi tidak mencari keuntungan, kecuali hanya anggota yang mencari “benefit” lebih besar dengan bantuan organisasi koperasi.

Jatidiri Koperasi Sebuah Pengakuan
Jatidiri koperasi sesungguhnya adalah satu-satunya kriteria yang disepakati oleh gerakan koperasi seluruh dunia di Manchester Inggris pada tgl 25 September 1995.

Maka, tidaklah berlebihan jika “jatidiri koperasi” telah diakui dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan lembaga-lembaga lain, termasuk pemerintahan di banyak negara yang menjadi anggota PBB maupun ILO. Termasuk Indonesia, tentunya.

Jika banyak orang berpendapat “jatidiri koperasi” merupakan konsep relatif baru, mulai populer sekitar tahun 1990-an, hal itu bisa dimengerti karena memang kata itu sangat jarang dijadikan wacana sebelumnya.

Sesungguhnya, perumusan “jatidiri koperasi” ditempuh melalui proses yang sangat panjang. Menurut Ibnoe Soedjono, tidak kurang satu setengah abad lamanya.

Dimulai dari Prinsip-prinsip Rochdale di Inggris pada pertengahan abad ke 19, diperkaya dengan pandangan dan pengalaman koperasi di Eropa daratan dan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Kemudian, konsep “jatidiri koperasi” diperkaya dengan pemikiran dan pengalaman, khususnya dari Asia.

Dengan demikian, meskipun konsep“jatidiri koperasi” berasal dari Barat, tetapi dalam proses sejarah, “jatidiri koperasi” berkembang menjadi pemahaman dunia sebagai pemahaman yang universal.

Koperasi versi UU 25/1992
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Sedangkan Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.

Dari definisi di atas, mestinya, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha, Koperasi berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur dalam tata perekonomian nasional.

Secara tegas UU 25/1992 menyatakan bahwa Koperasi disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Karena itu, Koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi, sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional.

Pembangunan Koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat sesuai dengan perkembangan keadaan.

Sayangnya, dewasa ini Koperasi lebih dimengerti sebagai satu bentuk badan usaha.

Pengalaman menunjukkan bahwa Koperasi lebih dipahami dengan pendekatan ilmu manajemen. Ilmu ini merupakan cabang dari ilmu ekonomi mikro (liberal) konvensional.

Akibatnya, masalah koperasi sering (kalau tidak “selalu”) dianggap semata-mata sebagai masalah manajemen. Sehingga yang (sering) dipersoalkan berkisar pada bagaimana mengelola organisasi koperasi agar efisien, dan sebagai organisasi ekonomi dapat memperoleh keuntungan (profit) sebesar-besarnya.

Jika demikian, di mana beda koperasi dengan organisasi perusahaan lain yang dikenal, seperti perseroan terbatas (PT) ataupun Badan Usahan Milik Negara (BUMN)?.

Dimaklumi bahwa sekalipun koperasi dan jatidiri sudah mendunia, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua anggota mengetahui secara utuh tentang jatidiri koperasi. Bahkan tidak jarang ditemui bahwa para pengurus, pejabat pemerintah yang bertugas mengembangkan koperasi, tidak memahaminya.

Koperasi Versi Ibnoe Soedjono
Ibnoe Soedjono mengurai pemahamannya, bahwa:
Koperasi adalah organisasi (ekonomi) yang otonom, artinya bebas dari pemerintah dan dari badan manapun.

Koperasi adalah perkumpulan orang-orang.

Berbeda dengan sebuah perusahaan swasta atau milik pemerintah yang dikendalikan oleh modal, maka koperasi dikendalikan oleh anggota-anggotanya.

Anggota koperasi memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama mereka.

Artinya, anggota membangun koperasi tidak hanya untuk kepentingan sendiri, tetapi juga untuk kepentingan bersama. Kebutuhan anggota meliputi ekonomi, sosial dan budaya, disumbangkan bagi kepentingan lingkungannya.

Ibnoe Soedjono mengurai pemahamannya, bahwa:

Koperasi adalah "perusahaan yang dimiliki bersama dan dikendalikan bersama".

Para anggota secara demokratis melakukan pengawasan dan penentuan arah koperasi dan sekaligus memikul tanggung jawabnya.

Ini yang membedakan koperasi dari perusahaan yang dikendalikan oleh modal, seperti milik swasta dan pemerintah.

Koperasi dan Nilai-nilainya
Menurut Co-operative Identity Statement (ICA), Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang dikendalikan secara demokratis.

ILO menjabarkan nilai-nilai koperasi, menjadi: menolong diri sendiri, tanggung jawab sendiri, demokrasi, persamaan, dan kesetiakawanan, nilai-nilai etis dari kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap orang lain.

Nilai-nilai koperasi merupakan seperangkat landasan norma dan moral yang menjadi dasar keyakinan para pendiri dan seluruh anggota koperasi menyelenggarakan kegiatan koperasi.

Globalisasi Ekonomi
Globalisasi ekonomi tidak lebih dari arus ekonomi liberal yang menurut Mubyarto mengandung pembelajaran tentang paham ekonomi Neoklasik Barat yang lebih cocok untuk menumbuhkan ekonomi (ajaran efisiensi), tetapi tidak cocok untuk mewujudkan pemerataan (ajaran keadilan).

Pengalaman menunjukkan bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia di tahun 1997 merupakan akibat dari arus besar “globalisasi” yang telah menghancur-leburkan sendi-sendi kehidupan termasuk ketahanan moral bangsa.

Dari pengalaman itu, manfaat apa yang kita peroleh hingga hari ini?. Dapatkah kita memperbaiki tatanan perekonomian kita dengan pendekatan itu?

Koperasi dan Globalisasi
Sebagai perkumpulan orang, Koperasi Indonesia di era global akan selalu berhadapan dengan arus tatanan ekonomi liberal.

Namun diakui bahwa koperasi memiliki anggota dari berbagai lingkungan sosial, budaya, agama dan kaum cerdik pandai yang semuanya menyumbangkan nilai-nilai koperasi.

Artinya sifat, watak, etika, moral dan ajaran terbaik yang dianut, dapat dilebur menjadi satu dalam koperasi, hingga selanjutnya membentuk watak dan akhlak koperasi.

Jika demikian halnya, menghadapi tantangan globalisasi, koperasi percaya bahwa semua orang dapat dan seharusnya berupaya keras mengendalikan nasibnya sendiri. Artinya, harus mampu menolong diri sendiri.

Pengembangan diri secara penuh hanya terjadi jika orang-orang bergabung menjadi satu dan secara bersama mencapai tujuan bersamanya.

Koperasi dengan semboyan: "satu untuk semua dan semua untuk satu“ dapat meyakinkan bahwa anggota sebagai pemilik koperasi harus mampu bertanggung jawab sendiri maupun bersama-sama demi sehat dan berkembangnya koperasi ke depan.

Siapapun dalam koperasi tidak bisa mengelak dari tanggung jawabnya, apapun yang terjadi pada koperasi.

Anggota secara sendiri maupun bersama sebagai pemilik menyatukan kekuasaan, hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam satu tangan. Karenanya anggota harus mampu mengendalikan koperasinya secara adil dan bijaksana, terutama dalam pengambilan keputusan.

Dalam sistem koperasi, uang betapapun pentingnya adalah tetap abdi dan alat koperasi, bukan majikan.

Menghadapi tantangan globalisasi, koperasi mestinya harus mampu memberikan kedudukan dan pelayanan kepada anggota atas dasar persamaan. Dari persamaan, timbul rasa kebersamaan dalam hidup berkoperasi, baik dalam penggunaan hak, kewajiban dan tanggung jawab.

Kebersamaan dan hidup bersama sebagai modal sosial menciptakan rasa saling percaya, kerukunan dan toleransi satu sama lain. Kebersamaan seperti ini yang dikehendaki oleh kegotong-royongan, saling menolong sebagai perwujudan dari asas kekeluargaan.

Ini adalah modal yang sangat berharga bagi koperasi dalam menghadapi tantangan globalisasi.

Keadilan, Kesetiakawanan dan Globalisasi
Di era globalisasi, keadilan harus tumbuh dalam nurani anggota dan dijabarkan dalam perlakuan adil koperasi terhadap anggotanya. Dalam memanfaatkan hasil usaha, keadilan ini diterjemahkan dalam pembagian SHU anggota, sesuai besarnya jasa anggota kepada koperasi.

Di era globalisasi, kesetiakawanan dalam koperasi adalah kekayaan sangat berharga bagi kehidupan kolektif. Karena, koperasi bukan hanya perkumpulan pribadi sebagai anggota, tetapi anggota koperasi secara bersama adalah suatu kolektivitas.

Bung Hatta melihat kesetiakawanan dalam masyarakat gotong royong dan dengan benar dijadikan sebagai dasar koperasi di Indonesia.

Kesetiakawanan berarti bahwa semua pribadi bersatu membangun koperasi dan gerakan koperasi secara lokal, nasional, regional dan internasional.

Kesetiakawanan tumbuh secara timbal balik, karena swadaya dan tolong menolong adalah dua faktor mendasar yang menjadi inti dari falsafah perkoperasian.

Falsafah perkoperasian inilah yang sangat membedakan koperasi dari bangun usaha yang lain.

Prinsip-prinsip Sebagai Kerangka Kerja Koperasi

Prinsip-prinsip koperasi bukan sekedar untuk dipatuhi, tetapi juga sebagai alat pengukur bagi tingkah laku koperasi.

Lebih dari itu yang perlu terus dipertanyakan, adalah:

Sejauh manakah koperasi kita masih konsisten mengikuti semangat dari prinsip-prinsip koperasi?,

Apakah pandangan jauh (visi) yang terkandung di setiap prinsip atau sebagai keseluruhan telah meresap dalam berbagai kegiatan sehari-hari berkoperasi?.

Prinsip & Nilai Sebagai Kerangka Kerja Koperasi
Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah bahwa prinsip-prinsip koperasi mestinya harus dilihat sebagai sebuah kerangka kerja yang memberdayakan koperasi untuk dapat meraih hari depan.

Prinsip-prinsip ini bukan merupakan ketentuan yang terpisah satu sama lain, tetapi harus dilihat dari keterkaitannya satu sama lain sebagai keseluruhan sistem yang utuh.

Tidak ada satu yang lebih penting dari pada yang lain, karena semuanya adalah sama pentingnya. Semua itu bersumber satu, yaitu nilai-nilai koperasi.

Penutup
Tidak dapat dipungkiri, tatanan sosial ekonomi kita sudah masuk dalam tatanan arus global. Karena itu, kita harus lebih banyak dan terus menerus menyoroti nasib buruk ekonomi rakyat yang selalu tertekan oleh pelaku sektor ekonomi modern.

Koperasi Indonesia dibentuk, dibangun dan dikembangkan hanya oleh dan untuk anggotanya, yaitu masyarakat Indonesia.

Kalaupun koperasi menjadi beragam, itu hanya pada kegiatan keseharian sebagai akibat dari karakter masyarakat kita yang beragam.

Sebagai sebuah lembaga koperasi, aktualisasi prinsip dan nilai tidak harus menyimpang dari “jatidirinya”.

Segala penyimpangan, secara konsisten patut ditindak tegas, mulai dari peringatan hingga tindakan hukum.

Untuk sampai pada pemahaman makna “nilai dasar dan jatidiri koperasi” diperlukan secara terus menerus pengkajian dan pembelajaran yang benar dan aktual tentang itu. Tentunya tepat sasaran.

Pembelajaran Perkoperasian Indonesia dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, maupun di masyarakat, perlu disesuaikan dengan karakter dan kondisi mereka. Karena itu, perlu selalu dikaji ulang, dicermati dan disesuaikan dengan perkembangan dan kemurniannya.

Sumber : http://adopkop.com/

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Bookmark and Share

Site Meter

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP