Pendidikan Koperasi Sejak Dini
Bung Hatta adalah Bapak Koperasi Indonesia. Namun, apa yang diperjuangkan beliau belum banyak yang memahami. Bahkan, kini koperasi seolah kehilangan makna pentingnya dalam masyarakat.
Diperlukan strategi pendidikan koperasi untuk menempatkannya kembali pada posisi pentingnya. Selaku salah seorang staf pengajar pada sekolah menengah kejuruan (SMK) yang dalam kurikulumnya juga memuat pendidikan dasar perkoperasian, penulis memandang bahwa pendidikan koperasi tetap relevan dan bahkan terasa mendesak urgensinya dalam situasi saat ini.
Mengutip apa yang kerap disampaikan Bung Hatta bahwa sesungguhnya mengajar koperasi bukan hanya mengajarkan ekonomi. Ekonomi Koperasi dalamnya juga harus terkandung hakikat mendasar dari koperasi itu sendiri, yakni nilai-nilai kemanusiaan. Di dalamnya sekaligus terkandung aspek-aspek antara lain kejujuran, saling percaya, gotong-royong, dan kekeluargaan.
Yang menjadi persoalan saat ini, pendidikan koperasi seolah kehilangan urgensinya. Kalaupun ada, tak pernah muncul keterkaitan dengan persoalan-persoalan ekonomi riil yang dihadapi masyarakat. Koperasi diajarkan tanpa ada proses praktik di lapangan, sehingga yang terjadi koperasi seolah hanya teori di atas buku. Tak ada proses "penularan" kepada siswa untuk langsung mempraktikkannva di lapangan.
Pengalaman empirik penulis yang selama ini juga bersinggungan langsung dengan keberadaan koperasi (Koperasi Oikonimi) yang melayani para pegawai negeri sipil (PNS) di daerah domisili penulis, menunjukkan bahwa keberadaan koperasi tersebut memang benar-benar dirasakan manfaatnya. Justru di saat beban ekonomi kian dirasakan sangat berat, koperasi sanggup menjadi katup penolong di tengah kesulitan demikian. Tentu saja, ini dilakukan lewat koperasi dengan manajemen yang andal dan terbuka.
Persoalannya kini bagaimana kita juga bisa menularkan persepsi, harapan, dan bahkan implementasi serupa dalam konteks pendidikan bagi siswa. Jangan sampai terjadi koperasi memang hanya ada dalam buku-buku teori atau sebatas pengetahuan sejarah, terutama karena salah seorang perintisnya Moh. Hatta adalah salah seorang proklamator dan bapak pendiri bangsa ini.
Motivasi
Menurut pandangan penulis, upaya menularkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar dalam perkoperasian adalah dengan berupaya memberikan motivasi kepada siswa terhadap gerakan koperasi. Misalnya, bisa dilakukan melalui penggambaran akan keberhasilan koperasi di dunia internasional.
Dengan demikian siswa tidak hanya lekat dengan informasi seputar rontoknya koperasi yang memang banyak terjadi di negeri ini. Bukan karena hakikat prinsip koperasinya, melainkan karena manajemen yang salah urus atau ketidakjujuran para pengelolanya. Dengan mengetahui bahwa justru prinsip koperasi mampu mewujudkan sistem ekonomi yang berkeadilan, siswa akan terpacu untuk mengetahui segala hal tentang koperasi dengan sebaik-baiknya.
Di sisi lain, berinteraksi langsung dengan dunia koperasi yang sesungguhnya, juga menjadi kata kunci. Kurikulum pendidikan saat ini bisa dikatakan tidak lagi berpihak untuk mengenalkan dunia koperasi dan kewirausahaan kepada anak sejak dini di sekolah. Sehingga, tidaklah mengherankan jika pengetahuan siswa saat ini akan ilmu koperasi kian minim.
Jika tidak segera diantisipasi oleh pihak-pihak terkait, pelajaran "koperasi lambat laun akan menghilang dari dunia pendidikan di Indonesia. Kondisi ini terjadi akibat adanya pergeseran paradigma ekonomi yang saat ini lebih berorientasi kepada liberalisme, tidak lagi kerakyatan. Sebagai catatan di masa lalu, lulusan sekolah tingkat menengah di daerah bisa saja langsung mendirikan koperasi berkat pengetahuan yang mereka terima. Sekarang, kebanyakan mereka yang tidak melanjutkan pendidikan justru menganggur. Pada sisi inilah, koperasi kian menemukan makna pentingnya.***
Penulis, guru dan Wakasek Bidang Kesiswaan SMK Negeri i Kab. Indramayu.
Oleh Drs. DEDE SURYADI
Diperlukan strategi pendidikan koperasi untuk menempatkannya kembali pada posisi pentingnya. Selaku salah seorang staf pengajar pada sekolah menengah kejuruan (SMK) yang dalam kurikulumnya juga memuat pendidikan dasar perkoperasian, penulis memandang bahwa pendidikan koperasi tetap relevan dan bahkan terasa mendesak urgensinya dalam situasi saat ini.
Mengutip apa yang kerap disampaikan Bung Hatta bahwa sesungguhnya mengajar koperasi bukan hanya mengajarkan ekonomi. Ekonomi Koperasi dalamnya juga harus terkandung hakikat mendasar dari koperasi itu sendiri, yakni nilai-nilai kemanusiaan. Di dalamnya sekaligus terkandung aspek-aspek antara lain kejujuran, saling percaya, gotong-royong, dan kekeluargaan.
Yang menjadi persoalan saat ini, pendidikan koperasi seolah kehilangan urgensinya. Kalaupun ada, tak pernah muncul keterkaitan dengan persoalan-persoalan ekonomi riil yang dihadapi masyarakat. Koperasi diajarkan tanpa ada proses praktik di lapangan, sehingga yang terjadi koperasi seolah hanya teori di atas buku. Tak ada proses "penularan" kepada siswa untuk langsung mempraktikkannva di lapangan.
Pengalaman empirik penulis yang selama ini juga bersinggungan langsung dengan keberadaan koperasi (Koperasi Oikonimi) yang melayani para pegawai negeri sipil (PNS) di daerah domisili penulis, menunjukkan bahwa keberadaan koperasi tersebut memang benar-benar dirasakan manfaatnya. Justru di saat beban ekonomi kian dirasakan sangat berat, koperasi sanggup menjadi katup penolong di tengah kesulitan demikian. Tentu saja, ini dilakukan lewat koperasi dengan manajemen yang andal dan terbuka.
Persoalannya kini bagaimana kita juga bisa menularkan persepsi, harapan, dan bahkan implementasi serupa dalam konteks pendidikan bagi siswa. Jangan sampai terjadi koperasi memang hanya ada dalam buku-buku teori atau sebatas pengetahuan sejarah, terutama karena salah seorang perintisnya Moh. Hatta adalah salah seorang proklamator dan bapak pendiri bangsa ini.
Motivasi
Menurut pandangan penulis, upaya menularkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar dalam perkoperasian adalah dengan berupaya memberikan motivasi kepada siswa terhadap gerakan koperasi. Misalnya, bisa dilakukan melalui penggambaran akan keberhasilan koperasi di dunia internasional.
Dengan demikian siswa tidak hanya lekat dengan informasi seputar rontoknya koperasi yang memang banyak terjadi di negeri ini. Bukan karena hakikat prinsip koperasinya, melainkan karena manajemen yang salah urus atau ketidakjujuran para pengelolanya. Dengan mengetahui bahwa justru prinsip koperasi mampu mewujudkan sistem ekonomi yang berkeadilan, siswa akan terpacu untuk mengetahui segala hal tentang koperasi dengan sebaik-baiknya.
Di sisi lain, berinteraksi langsung dengan dunia koperasi yang sesungguhnya, juga menjadi kata kunci. Kurikulum pendidikan saat ini bisa dikatakan tidak lagi berpihak untuk mengenalkan dunia koperasi dan kewirausahaan kepada anak sejak dini di sekolah. Sehingga, tidaklah mengherankan jika pengetahuan siswa saat ini akan ilmu koperasi kian minim.
Jika tidak segera diantisipasi oleh pihak-pihak terkait, pelajaran "koperasi lambat laun akan menghilang dari dunia pendidikan di Indonesia. Kondisi ini terjadi akibat adanya pergeseran paradigma ekonomi yang saat ini lebih berorientasi kepada liberalisme, tidak lagi kerakyatan. Sebagai catatan di masa lalu, lulusan sekolah tingkat menengah di daerah bisa saja langsung mendirikan koperasi berkat pengetahuan yang mereka terima. Sekarang, kebanyakan mereka yang tidak melanjutkan pendidikan justru menganggur. Pada sisi inilah, koperasi kian menemukan makna pentingnya.***
Penulis, guru dan Wakasek Bidang Kesiswaan SMK Negeri i Kab. Indramayu.
Oleh Drs. DEDE SURYADI
0 comments:
Post a Comment