Lembaga Penjamin Koperasi, Mungkinkah ?
Pada tanggal 12 Juli 2010 untuk ke 63 kali diperingati sebagai Hari Koperasi Nasional. Namun, selama kurun waktu itu pula koperasi yang menjadi soko guru perekonomian seakan jalan ditempat karena diselimuti 'awan gelap' buruknya sistem pengeolaannya.
Tanpa mengecilkan arti keberadaan koperasi di tanah air, ada juga koperasi yang masih eksis dan menjalankan aktifitas usahanya. Bahkan, sesuai dengan harapan pencetus sekaligus Bapak Koperasi Indonesia, Muhammad Hatta. "Perekonomian disusun atas usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan" yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 benar-benar menjadi roh pengelolaan bahkan menggungguli sistem ekonomi modern yang cenderung liberal.
Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) mencatat sampai tutup tahun 2009 kualitas dan kuantitas koperasi di Indonesia meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hingga 31 Desember 2009 jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat mengalami peningkatan menjadi 170.411 unit. Sebelumnya pada 30 Juni 2009 jumlah koperasi sebanyak 166.155 unit. Dari jumlah 170.411 unit, jumlah koperasi yang aktif mencapai 120.473 unit atau meningkat dibandingkan enam bulan sebelumnya di mana jumlah koperasi aktif hanya 118.616 unit. Sedangkan, jumlah anggota koperasi juga meningkat signifikan dalam enam bulan dari 27,9 juta menjadi 29,24 juta orang.
Data lain menunjukkan jumlah koperasi yang melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagai salah satu indikator koperasi sehat meningkat menjadi 58.534 koperasi dari enam bulan sebelumnya 51.353 koperasi.
Dari data ini sebenarnya memberi peluang bagi koperasi untuk tetap tumbuh dan menunjukkan kekhasan sistem ekonomi nasional. Dalam aktifitas ini, seluruh anggota bersama-sama menjalankan aktivitas dan menikmati hasil usahanya. Sistem ini sangat adil dan menjadi salah satu jalan alternatif memenangi persaingan bebas. Apalagi Indonesia memiliki banyak sektor produktif seperti pertanian, perikanan ditambah ribuan pengusaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang sudah terbukti ketangguhannya sejak krisis tahun 1998 dan 2008.
Di era persaingan usaha yang semakin terbuka dan bebas, struktur ekonomi nasional dituntut semakin kokoh melalui peningkatan efisiensi, produktivitas dan daya saing. Karena itu, sebagai strategi yang baik di era persaingan global, koperasi dan UKM harus lebih berdaya saing.
Tegaknya iklim persaingan usaha yang sehat menjadi sangat penting untuk mengantisipasi ancaman praktik persaingan usaha tidak sehat yang makin meningkat di era pasar bebas, seperti kartel, merger, akuisisi, dan penyalahgunaan posisi dominan. Bahkan, koperasi dan UKM harus dijadikan tulang punggung perekonomian nasional karena eksistensinya yang menjangkau sampai pelosok negeri.
Koperasi juga mampu menunjukkan kelebihan dibandingkan badan usaha lainnya karena memiliki karakteristik yang unik. satu-satunya keunggulan kompetitif sebenarnya dari koperasi adalah hubungannya dengan anggota. Anggota mempunyai peranan yang sangat strategis dalam upaya mengembangkan koperasi. Selain itu, merujuk pada Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 (Revisi 1998), disebutkan bahwa karateristik utama koperasi yang membedakan dengan badan usaha lain, yaitu anggota koperasi memiliki identitas ganda. Artinya anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.
Keunggulan lainnya adalah kemampuan koperasi untuk menghimpun dan menanamkan kembali modal, dengan cara pemupukan pelbagai sumber keuangan dari sejumlah besar anggota. Bahkan, beberapa koperasi mudah mendapat akses pendanaan dari bank umum ataupun bank perkreditan rakyat melalui linkage program yang digagas oleh Bank Indonesia. Dan, Bank Indonesia melaporkan pengucuran kredit linkage program bank umum ke koperasi simpan pinjam selama Juli 2008 - Maret 2009 hampir mencapai Rp1,93 triliun. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan penyaluran kredit yang sama kepada kalangan bank perkreditan rakyat konvensional ataupun syariah, yang tidak lebih dari Rp1,54 triliun.
Kendati demikian, masalah klasik tetap saja membebani dan penghambat berputarnya usaha koperasi. Minimnya, pengawasan membawa koperasi memiliki banyak kewajiban pihak ketiga, ludesnya modal usaha karena terus-terusan dipinjam anggota tanpa mau melakukan simpanan hingga pengelola yang 'ogah-ogahan' mengelola sehingga tidak mau menggelar RAT dan harus gulung tikar.
Belum lagi, dibawa larinya simpanan nasabah oleh pengelola yang tidak cakap atau tepat memperhitungkan risiko. Padahal, pemerintah daerah sudah banyak melakukan 'penyelamatan' sekaligus membina kegiatan ekonomi kerakyatan ini. Atas dasar ini, sempat tercetus adanya lembaga penjaminan koperasi seperti lembaga penjamin simpanan di perbankan yang bisa menyelamatkan aset anggota atau menutupi kewajiban suatu koperasi bila harus gulung tikar.
Bahkan, usul ini terus dilontarkan di beberapa daerah agar eksistensi koperasi tetap terjaga. Namun, secara kasat mata, usulan ini sulit terealisasi karena harus menyediakan modal besar dan menentukan lembaga pembentuknya karena belum ada regulasi yang tegas. Pemerintah pusat atau pemerintah daerah, bisa saja menjadi penyedia dana dan inisiator dalam pembentukannya, namun dalam mengeluarkan anggaran harus memenuhi 'rambu-rambu' yang berlaku.
Bahkan, jangan sampai disemprit oleh BPK, BPKP ataupun KPK. Selain itu, untuk operasional sehari-hari lembaga penjamin, koperasi harus rela mengeluarkan dana tertentu berdasarkan total pengelolaan usahanya. Padahal, tidak semua koperasi sehat dan mampu memenuhi kewajiban ini. Bisa-bisa, jumlah koperasi yang tutup semakin meningkat.
Karena itu, solusi utama dalam membesarkan koperasi adalah dukungan dari semua pihak serta memperketat pengawasan. Pengurus dan anggota harus kompak, saling percaya, mengikuti program-program pembinaan dari pemerintah dan melakukan inovasi agar peringatan hari koperasi nasional terus diperingati dengan hasil memuaskan.
Sumber : http://www.krjogja.com/
Tanpa mengecilkan arti keberadaan koperasi di tanah air, ada juga koperasi yang masih eksis dan menjalankan aktifitas usahanya. Bahkan, sesuai dengan harapan pencetus sekaligus Bapak Koperasi Indonesia, Muhammad Hatta. "Perekonomian disusun atas usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan" yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 benar-benar menjadi roh pengelolaan bahkan menggungguli sistem ekonomi modern yang cenderung liberal.
Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) mencatat sampai tutup tahun 2009 kualitas dan kuantitas koperasi di Indonesia meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hingga 31 Desember 2009 jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat mengalami peningkatan menjadi 170.411 unit. Sebelumnya pada 30 Juni 2009 jumlah koperasi sebanyak 166.155 unit. Dari jumlah 170.411 unit, jumlah koperasi yang aktif mencapai 120.473 unit atau meningkat dibandingkan enam bulan sebelumnya di mana jumlah koperasi aktif hanya 118.616 unit. Sedangkan, jumlah anggota koperasi juga meningkat signifikan dalam enam bulan dari 27,9 juta menjadi 29,24 juta orang.
Data lain menunjukkan jumlah koperasi yang melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagai salah satu indikator koperasi sehat meningkat menjadi 58.534 koperasi dari enam bulan sebelumnya 51.353 koperasi.
Dari data ini sebenarnya memberi peluang bagi koperasi untuk tetap tumbuh dan menunjukkan kekhasan sistem ekonomi nasional. Dalam aktifitas ini, seluruh anggota bersama-sama menjalankan aktivitas dan menikmati hasil usahanya. Sistem ini sangat adil dan menjadi salah satu jalan alternatif memenangi persaingan bebas. Apalagi Indonesia memiliki banyak sektor produktif seperti pertanian, perikanan ditambah ribuan pengusaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang sudah terbukti ketangguhannya sejak krisis tahun 1998 dan 2008.
Di era persaingan usaha yang semakin terbuka dan bebas, struktur ekonomi nasional dituntut semakin kokoh melalui peningkatan efisiensi, produktivitas dan daya saing. Karena itu, sebagai strategi yang baik di era persaingan global, koperasi dan UKM harus lebih berdaya saing.
Tegaknya iklim persaingan usaha yang sehat menjadi sangat penting untuk mengantisipasi ancaman praktik persaingan usaha tidak sehat yang makin meningkat di era pasar bebas, seperti kartel, merger, akuisisi, dan penyalahgunaan posisi dominan. Bahkan, koperasi dan UKM harus dijadikan tulang punggung perekonomian nasional karena eksistensinya yang menjangkau sampai pelosok negeri.
Koperasi juga mampu menunjukkan kelebihan dibandingkan badan usaha lainnya karena memiliki karakteristik yang unik. satu-satunya keunggulan kompetitif sebenarnya dari koperasi adalah hubungannya dengan anggota. Anggota mempunyai peranan yang sangat strategis dalam upaya mengembangkan koperasi. Selain itu, merujuk pada Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 (Revisi 1998), disebutkan bahwa karateristik utama koperasi yang membedakan dengan badan usaha lain, yaitu anggota koperasi memiliki identitas ganda. Artinya anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.
Keunggulan lainnya adalah kemampuan koperasi untuk menghimpun dan menanamkan kembali modal, dengan cara pemupukan pelbagai sumber keuangan dari sejumlah besar anggota. Bahkan, beberapa koperasi mudah mendapat akses pendanaan dari bank umum ataupun bank perkreditan rakyat melalui linkage program yang digagas oleh Bank Indonesia. Dan, Bank Indonesia melaporkan pengucuran kredit linkage program bank umum ke koperasi simpan pinjam selama Juli 2008 - Maret 2009 hampir mencapai Rp1,93 triliun. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan penyaluran kredit yang sama kepada kalangan bank perkreditan rakyat konvensional ataupun syariah, yang tidak lebih dari Rp1,54 triliun.
Kendati demikian, masalah klasik tetap saja membebani dan penghambat berputarnya usaha koperasi. Minimnya, pengawasan membawa koperasi memiliki banyak kewajiban pihak ketiga, ludesnya modal usaha karena terus-terusan dipinjam anggota tanpa mau melakukan simpanan hingga pengelola yang 'ogah-ogahan' mengelola sehingga tidak mau menggelar RAT dan harus gulung tikar.
Belum lagi, dibawa larinya simpanan nasabah oleh pengelola yang tidak cakap atau tepat memperhitungkan risiko. Padahal, pemerintah daerah sudah banyak melakukan 'penyelamatan' sekaligus membina kegiatan ekonomi kerakyatan ini. Atas dasar ini, sempat tercetus adanya lembaga penjaminan koperasi seperti lembaga penjamin simpanan di perbankan yang bisa menyelamatkan aset anggota atau menutupi kewajiban suatu koperasi bila harus gulung tikar.
Bahkan, usul ini terus dilontarkan di beberapa daerah agar eksistensi koperasi tetap terjaga. Namun, secara kasat mata, usulan ini sulit terealisasi karena harus menyediakan modal besar dan menentukan lembaga pembentuknya karena belum ada regulasi yang tegas. Pemerintah pusat atau pemerintah daerah, bisa saja menjadi penyedia dana dan inisiator dalam pembentukannya, namun dalam mengeluarkan anggaran harus memenuhi 'rambu-rambu' yang berlaku.
Bahkan, jangan sampai disemprit oleh BPK, BPKP ataupun KPK. Selain itu, untuk operasional sehari-hari lembaga penjamin, koperasi harus rela mengeluarkan dana tertentu berdasarkan total pengelolaan usahanya. Padahal, tidak semua koperasi sehat dan mampu memenuhi kewajiban ini. Bisa-bisa, jumlah koperasi yang tutup semakin meningkat.
Karena itu, solusi utama dalam membesarkan koperasi adalah dukungan dari semua pihak serta memperketat pengawasan. Pengurus dan anggota harus kompak, saling percaya, mengikuti program-program pembinaan dari pemerintah dan melakukan inovasi agar peringatan hari koperasi nasional terus diperingati dengan hasil memuaskan.
Sumber : http://www.krjogja.com/
0 comments:
Post a Comment