Kredit Mikro Pilar Ekonomi Kerakyatan
Beberapa tahun terakhir ini, wacana kredit mikro semakin mencuat ke permukaan dan menjadi topik menarik dalam berbagai perbincangan yang berkaitan dengan pembahasan mengenai pengentasan kemiskinan, perekonomian nasional, khususnya ekonomi kerakyatan.
Jika menengok ke belakang, munculnya mekanisme penyaluran kredit mikro berangkat dari beberapa kesadaran penting, antara lain kesadaran bahwa tidak ada sebuah negara pun di dunia ini yang langsung terbentuk sebagai negara besar tanpa melalui proses panjang dari sebuah negara kecil, yang bergulat dengan berbagai persoalan ekonomi masyarakatnya, serta berbagai kendala, kemudian ditemukan cara mengatasi berbagai tantangan tersebut hingga kukuh, tumbuh dan berkembang menjadi negara yang besar dengan sistem dan ekonomi yang kuat.
Hukum alam telah menggariskan bahwa tidak ada sesuatu apa pun yang tiba-tiba menjadi besar tanpa dimulai dari sesuatu yang berujud kecil. Termasuk di bidang ekonomi. Sebesar dan semantap apa pun sepak terjang sebuah usaha, tentulah diawali dari ayunan langkah yang kecil.
Memang, bisa saja sebuah usaha yang dimiliki oleh seorang pengusaha besar atau mengawali usaha baru dengan modal milyaran rupiah, yang menurut orang lain sangat besar jumlahnya, tetapi sesungguhnya jumlah itu bisa bernilai kecil bagi sebuah langkah awal pada usaha yang bersangkutan. Dan jika dilihat secara keseluruhan, sesungguhnya usaha tersebut merupakan cabang atau ranting dari pohon bisnis yang sudah besar, di mana pohon tersebut berawal dari sebuah tunas yang kecil.
Dari sisi perkembangannya, kita dapat mengklasifikasikan skala bisnis yang ada ke dalam kelompok-kelompok usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Dan kenyataan menunjukkan bahwa di semua negara, termasuk di Indonesia, populasi bisnis berskala mikro dan kecil menempati urutan teratas, disusul oleh usaha berskala menengah dan berskala besar.
Usaha mikro dan kecil jauh lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan usaha berskala menengah dan besar. Namun karena keleluasaan jangkauan dan kemampuan kontrol pengendalian bisnis seringkali berada di tangan pemilik atau pebisnis-pebisnis besar, maka tidak heran pebisnis besar menyedot hampir sebagian besar perhatian, dan menjadi lebih dominan.
Usaha Kecil Motor Utama Pembangunan Ekonomi
Jika kita mau mengesampingkan faktor dominasi dan memfokuskan pandangan kita pada potensi usaha, tentulah kita akan segera bersepakat bahwa usaha mikro dan kecil yang sedemikian banyak jumlahnya itulah yang sesungguhnya menjadi motor utama penggerak pembangunan perekonomian sebuah negara.
Pemikiran inilah yang kemudian mengantarkan kepada pengelola negara untuk memberi perhatian yang serius pada usaha-usaha berskala mikro dan kecil.
Upaya untuk menyokong usaha mikro, dan kecil telah dilakukan pemerintah. Berbagai strategi dan langkah telah dijalankan. Ada yang melalui hibah tambahan permodalan, sokongan infrastruktur, kredit berbunga rendah dan bersubsidi, dana bergulir, dan banyak masih lagi.
Hasil dari semua langkah itu bergantung pada kesesuaian kebutuhan riil usaha yang berkait erat dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat, dengan implementasi dari strategi yang diterapkan.
Di luar masalah budaya dan tata cara hidup masyarakat yang berbeda-beda di setiap tempat, secara universal ada empat kebutuhan pokok yang dibutuhkan semua orang untuk menjalankan suatu usaha. Empat kebutuhan pokok tersebut adalah: lahan usaha/tempat, sumber daya manusia, teknologi, dan modal.
Jika hendak merancang sebuah langkah yang bertujuan untuk menyokong usaha mikro dan kecil, seyogyanyalah kita memandang persoalan yang dihadapi oleh para pengusaha mikro dan kecil dari keempat perspektif tersebut.
Biasanya, sebuah pemerintahan yang baik akan memberi perhatian yang sama seriusnya pada keempat faktor produksi di atas. Sebab, mengabaikan satu faktor saja dari keempat faktor tersebut sama saja dengan membiarkan langkah yang telah dirancang tidak akan berjalan dengan baik. Kalaupun berjalan, hasilnya tentulah akan jauh dari yang diharapkan.
Khusus mengenai permodalan, di dalam bisnis dikenal dua pengertian modal. Pertama, modal sendiri, dalam arti si pengusaha mempunyai sejumlah uang yang telah disisihkan untuk sebuah kegiatan usaha. Yang kedua, modal dari luar, yaitu modal yang diperoleh dari perbankan, dan non perbankan, yang digunakan untuk menjalankan sebuah usaha.
Untuk modal yang diperoleh dari sumber non perbankan, sumbernya cukup banyak didapat. Bisa dari lembaga-lembaga keuangan non bank, individu-individu, sanak kerabat, dan banyak lagi sumber keuangan informal lainnya. Pengelolaan dan mekanisme imbal-baliknya berbeda-beda tergantung dari kesepakatan antar pihak.
Pada tataran inilah biasanya persoalan kerap muncul. Kerumitan prosedur dan timpangnya aturan main sering menyebabkan banyak usaha mikro dan kecil justru terbelit dalam berbagai persoalan. Alih-alih beranjak untuk memajukan usaha, untuk menarik diri dari kutatan persoalan permodalan saja, kadang banyak yang tak sanggup.
Untuk menjawab persoalan ini, usaha mikro dan kecil memerlukan tersedianya fasilitas permodalan yang lebih mudah dikelola, terencana dan terukur melalui lembaga perbankan ataupun koperasi kredit (Credit Union). Dari sinilah kemudian muncul mekanisme kredit mikro, yaitu kredit dalam skala mikro dan kecil yang disalurkan kepada usaha-usaha mikro dan kecil.
Kecilnya kredit di sini bukanlah karena pembatasan nilai kredit atau pinjaman, melainkan karena kebutuhan usaha tersebut memang relatif kecil.
Karena jumlah nasabahnya yang relatif cukup banyak, hampir semua negara meyakini bahwa kredit mikro dapat menjadi motor penggerak dari pembangunan ekonomi mereka. Wajar jika hampir semua negara, pemerintahan dan institusi-institusi yang berkepentingan terhadap perbaikan kehidupan ekonomi masyarakatnya, menganggap usaha kecil dengan dukungan pembiayaan kredit mikro sebagai sesuatu hal yang sangat strategis.
Karena itu dapat dimaklumi adanya pemikiran bahwa jika pengelola atau pelaksana kredit mikro dapat melakukannya dengan baik, maka dukungan kredit mikro sangat mungkin menciptakan usaha-usaha mikro dan kecil tumbuh menjadi usaha menengah, bahkan besar.
Tentu kita ingin melihat di masa mendatang, pengusaha mikro dapat berkembang lebih cepat menjadi pengusaha kecil, dan pengusaha kecil meningkat menjadi pengusaha menengah, dan usaha menengah dapat menjadi usaha-usaha besar.
Sumber : http://www.majalahwk.com/
0 comments:
Post a Comment