Grameen Shakti: Bisnis Sosial untuk Energi Ramah Lingkungan
Oleh: ANTONIUS SUMARWAN, SJ[1]
Disampaikan dalam Konferensi Nasional Fakultas Bisnis, UNIKA Widya Mandala, Surabaya.
“Kami orang Banglades,” kata Muhammad Yunus, “dengan usaha sendiri dapat berbuat banyak untuk memerangi kemiskinan. Tapi dapatkah kami memerangi efek pemanasan global sendirian?”
Pertanyaan tersebut diajukan Yunus dalam bab berjudul “Hazards of Prosperity” pada buku Creating a World Without Poverty. Dan berikut ini jawaban Yunus, “Jelaslah, tidak. Akibat bencana yang menanti ini akan ditanggung oleh orang-orang miskin Bangladesh bersama dengan orang miskin di banyak daerah yang terpengaruh, dari kepulauan Pasifik hingga wilayah dataran-kering di Afrika Tengah. Pemecahan krisis ini memerlukan kerja-keras bersama seluruh umat manusia di dunia ini. Jika upaya ini tidak dilaksanakan – segera – saya takut bahwa semua usaha kita untuk mengentaskan orang miskin dan memperbaiki kehidupan orang miskin akan sia-sia.” [2]
Demikianlah, Muhammad Yunus mengingatkan bahwa pemanasan global dapat membuat kerja keras untuk memberantas kemiskinan dan usaha untuk meningkatkan taraf hidup orang miskin sia-sia. Di sinilah ia menyerukan gerakan bersama, baik mereka yang kaya maupun miskin; baik mereka yang berada di Utara maupun Selatan.
Sebagai orang digerakkan oleh cita-cita Muhammad Yunus untuk menciptakan dunia tanpa kemiskinan, saya ingin menempatkan persoalan perubahan iklim dalam kaitannya dengan upaya memberantas kemiskinan. Kenyataan bahwa perubahan iklim mengancam segala upaya untuk mengentaskan orang dari kemiskinan justru mengharuskan upaya memberantas kemiskinan sebisa mungkin ikut menjawab persoalan perubahan iklim.
Pertanyaan yang diajukan di sini: 1) bagaimana cara melibatkan semakin banyak orang agar ikut memerangi kemiskinan sekaligus menjawab persoalan perubahan iklim? 2) Dapatkan kita melibatkan orang miskin dalam menjawab persoalan perubuhan iklim tanpa meminta mereka berkorban lebih banyak lagi; atau dengan rumusan lain, bagaimana membuat keterlibatan orang miskin dalam menjawab persoalan perubahan iklim memberikan manfaat dan keuntungan lebih bagi orang miskin?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut saya hendak menawarkan konsep bisnis sosial (social business) yang digagas dan dipraktikkan oleh Muhammad Yunus. Bisnis Sosial adalah salah satu upaya melaksanakan business not as usual, kalau kita ingin agar bumi ini tidak semakin panas dan tenggelam. Lebih dari itu, bisnis sosial tidak hanya menawarkan solusi untuk persoalan kemiskinan dan perubahan iklim, melainkan juga berbagai persoalan sosial lain.
Pada bagian pertama tulisan ini saya akan memaparkan bagaimana munculnya konsep bisnis sosial, hal baru apa yang ditawarkan oleh konsep bisnis sosial serta bagaimana Perusahaan Kelompok Grameen menerapkan konsep ini. Pada bagian kedua tulisan, saya akan mengangkat Grameen Shakti – salah satu dari anak Perusahaan Kelompok Grameen yang memperkenalkan teknologi listrik tenaga surya kepada orang miskin – sebagai contoh bisnis sosial yang secara langsung menjawab persoalan kemiskinan dan perubahan iklim serta menempatkan orang miskin sebagai pelaku utama dalam usaha ini.
Menggandeng Pelaku Bisnis
Keberhasilan Muhammad Yunus dan Grameen Bank dalam mengentaskan kemiskinan lewat kredit mikro telah diakui oleh dunia. Mulai dengan memberi pinjaman kepada 42 perempuan dengan total pinjaman kurang dari AS$ 27 pada 1976, Grameen Bank kini menjangkau 8,332 juta orang dan sejak berdiri telah mengucurkan total pinjaman AS$ 9,874 milyar (Oktober 2010).[3] Penelitian Bank Dunia mengungkap bahwa setiap tahun 250.000 anggota Grameen Bank bersama lebih dari satu juta anggota keluarga mereka mentas dari kemiskinan.[4]
Semakin yakin bahwa kredit mikro merupakan alat jitu untuk memberantas kemiskinan, Yunus dan kawan-kawan membentuk jaringan bernama Microcredit Summit Campaign (1997). Jaringan tingkat global ini secara rutin mengadakan pertemuan di berbagai belahan dunia dan gencar membuat publikasi tentang program kredit mikro. Target pertama jaringan ini untuk memberikan kredit mikro kepada 100 juta keluarga miskin, tercapai pada 2006. Target kedua pun ditetapkan yaitu hingga 2015 menjangkau 175 juta keluarga paling miskin dengan pelayanan kredit.
Kisah-kisah para perempuan yang terbebas dari kemiskinan berkat kredit mikro selalu membesarkan hati.[5] Namun Yunus tidak puas dengan hal ini. Ia terus mencari cara bagaimana supaya semakin banyak orang terlibat untuk membantu orang-orang miskin. Tahu bahwa sektor bisnis adalah salah satu penggerak perekonomian utama sekaligus sektor yang paling efisien dan inovatif dalam hal keuangan, Yunus bertanya, ”Apa yang dapat dilakukan oleh bisnis untuk membantu orang miskin?” Pertanyaan inilah yang melahirkan gagasan tentang bisnis sosial (social business).
Dalam buku Bank Kaum Miskin, Yunus telah menyinggung garis besar gagasan bisnis sosial.[6] Buku Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan adalah pendalaman dan eksplorasi lebih lanjut topik ini.
Mengapa Yunus ingin menggandeng pelaku bisnis agar ambil bagian dalam pemberantasan kemiskinan? Yunus berkeyakinan bahwa pemberantasan kemiskinan harus dilakukan oleh semua pihak. Ia menilai lembaga-lembaga yang ada saat ini tak mampu menyelesaikan problem kemiskinan. Pemerintah dan lembaga multilateral seperti Bank Dunia dan IMF tak mampu karena mereka cenderung lambat bergerak, tidak efisien, birokratis dan koruptif. Mereka juga terlalu menekankan peningkatan pendapatan nasional bruto (GNP) yang sering tak berkaitan langsung dengan peningkatan kesejahteraan orang miskin. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lembaga non profit lain yang secara langsung menyentuh orang miskin, amat tergantung pada donatur. Ketika tak ada donatur, kegiatan baik ini pun berhenti.
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Resposibility – CSR) sebenarnya sudah menandakan kepedulian pelaku bisnis dalam masalah sosial. Namun, bagi Yunus, CSR tetaplah lemah karena kepada pemilik saham manajer tetap bertanggung jawab untuk menghasilkan untung sebanyak mungkin. Mereka tetap dibatasi oleh nasihat, ”berbuatlah baik kepada orang dan bumi ini, sepanjang engkau tidak mengorbankan keuntungan.”
Bisnis Sosial
Mencermati keterbatasan lembaga-lembaga yang sudah ada dalam menjawab persoalan kemiskinan, Yunus menawarkan bisnis sosial. Apa yang dimaksud Yunus dengan bisnis sosial? Yunus membedakan dua macam bisnis, yaitu bisnis yang mengejar untung maksimal (profit-maximizing business – PMB) – inilah bisnis yang selama ini kita pahami – dan bisnis sosial. Bisnis sosial mempunyai kemiripan dengan PMB. Mereka mempunyai karyawan, menciptakan barang atau jasa yang dijual kepada konsumen dan membayar pajak. Yang membedakan adalah tujuan utama bisnis ini. Bisnis sosial bertujuan bukan menghasilkan keuntungan bagi investor, melainkan menciptakan kegunaan atau manfaat bagi orang-orang miskin.
Berbeda dengan donatur atau filantropis yang tidak memperoleh kembali uang yang telah mereka sumbangkan untuk suatu proyek, investor bisnis sosial dapat memperoleh kembali uang yang mereka investasikan. Hanya saja, mereka tidak memperoleh deviden sebab keuntungan bisnis sosial dipakai untuk pengembangan bisnis sosial itu.
Suatu bisnis sosial dikatakan berhasil apabila ia mampu membiayai sendiri seluruh ongkos produksi dengan pendapatannya, bahkan menghasilkan untung yang akan dipakai untuk membiayai kelanjutan bisnis dan mengembangkannya. Dengan cara ini bisnis sosial dapat menciptakan pelayanan sosial mandiri dan berkelanjutan tanpa terus bergantung pada sumbangan pihak luar.
Yunus menyebutkan ada dua macam bisnis sosial. Model pertama adalah bisnis sosial yang menciptakan barang atau jasa bagi orang-orang miskin. Misalnya, bisnis sosial yang membuat produk makanan berkualitas tinggi tetapi dengan harga murah, atau bisnis sosial yang menyediakan produk asuransi kesehatan yang terjangkau orang miskin.
Model kedua, bisnis apa pun seperti PMB, tetapi sahamnya dimiliki oleh orang miskin. Yunus membayangkan bahwa proyek-proyek konstruksi seperti jalan tol, jembatan bahkan pelabuhan dapat dikelola dengan model bisnis sosial. Pertama-tama memang harus ada investor dengan dana kuat, lalu pelan-pelan saham dijual kepada orang-orang miskin dengan cara kredit. Lewat cara ini orang-orang miskin dapat menikmati keuntungan proyek raksasa.
Mungkinkah?
Bisnis Sosial bukanlah gagasan yang muncul dari awang-awang melainkan perumusan dari apa yang sudah dilaksanakan Yunus dalam Grameen Bank. Grameen Bank yang berfokus memberikan kredit mikro kepada orang miskin kini telah melebarkan sayap dan menjadi perusahaan raksasa. Tidak kurang dari 25 perusahaan dan yayasan lahir dari Grameen Bank. Mereka menjadi bagian dari Perusahaan Kelompok Grameen. Beberapa contoh dapat disebut di sini.
Grameen Uddog dan Grameen Shamogree (1993) memasarkan produk kain tenun khas Bangladesh yang dibuat oleh jutaan penenun lokal. Grameen Fisheries (1994) bergerak di bidang pertambakan dan mengorganisir lebih dari 3.000 orang miskin pengelola tambak, sementara Grameen Livestock (1994) memberikan bantuan pelatihan, vaksinasi dan pelayanan lain kepada para peternak miskin. Yang tak boleh dilewatkan adalah Grameen Telecom (1995) dan Grameen Phone (1996) yang bergerak di bidang telekomunikasi dan membuat para perempuan desa menjadi telephone lady. Mereka memperoleh tambahan penghasilan dengan memberikan layanan sewa hape. Pada 2007 Grameen Phone merupakan perusahaan pembayar pajak terbesar di Bangladesh, dengan lebih dari 16 juta pelanggan. Kini Grameen Telecom sedang mengusahakan pelayanan internet lewat hape.
Gagasan Yunus tentang bisnis sosial pada 2005 menarik minat Franck Riboud, Ketua dan CEO Grup perusahaan raksasa makanan olahan Danone. Maka didirikanlah Grameen Donone yang memproduksi youghurt untuk orang-orang miskin. Perusahaan ini mulai dengan modal AS$ 1,1 juta, ditanggung bersama oleh Danone dan Grup Grameen. Ditegaskan bahwa misi perusahaan ini adalah ”mengurangi kemiskinan dengan model bisnis unik yang memberikan nutrisi sehat setiap hari kepada orang miskin.” Baik Grup Grameen dan Donone akan memperoleh kembali uang yang mereka investasikan, namun tidak demikian halnya dengan deviden. Inilah kekhasan bisnis sosial. Keuntungan perusahaan akan dipakai untuk pengembangkan bisnis. Selain menyediakan nutrisi sehat bagi orang miskin, sudah pasti pengolahan youghurt ini akan meningkatkan pendapatan peternak sapi perah di sekitar pabrik maupun para perempuan anggota Grameen Bank yang berperan sebagai distributor produk.
Berkenaan dengan kerjasama Gremeen-Danone ini seorang wartawan pernah mengingatkan Yunus, ”Professor, saya kira dalam kerjasama ini Anda telah dimanfaatkan oleh Danone untuk mendapatkan popularitas!” Muhammad Yunus menanggapi dengan ringan, ”Oh, begitu ya. Selama ini saya berpikir bahwa sayalah yang telah memanfaatkan Danone. Kalau perusahaan besar seperti Danone mau mencoba konsep bisnis sosial bersama kami, tentu banyak mata akan tertuju kepada kami. Ini berarti publikasi gratis untuk konsep bisnis sosial yang saya tawarkan.” Lalu ia menambahkan,”Dan kalau pun mereka memanfaatkan saya, silahkan saja. Saya siap untuk dimanfaatkan!”
Kerjasama Grameen dan Danone menunjukkan bahwa konsep bisnis sosial mulai dilirik kalangan bisnis konvensional. Namun sebelum proyek ini berjalan, seperti telah saya sebut di atas, Kelompok Grameen telah mempunyai banyak unit usaha yang dikelola dengan konsep bisnis sosial.[7] Bisnis sosial yang secara langsung ingin menjawab persoalan kemiskinan dan perubahan iklim adalah Grameen Shakti. Grameen Shakti berhasil memperkenalkan teknologi listrik tenaga surya kepada orang miskin. Lewat programnya mereka berkontribusi mengurangi emisi karbon hingga 90.000 ton per tahun. Marilah kita beralih ke bagian kedua tulisan yang akan membahas Grameen Shakti sebagai salah satu contoh bisnis sosial.
Grameen Shakti
Grameen Shakti muncul dari keyakinan bahwa dalam pemberdayaan ekonomi, akses terhadap energi, khususnya energi listrik, sangat penting. Namun inilah yang tidak dimiliki oleh mayoritas orang Bangladesh. Tujuh puluh persen penduduk Bangladesh berada di wilayah yang tidak terjangkau jaringan listrik. Bahkan di daerah yang ada jaringan listriknya pun, pelayanan listrik sangat tidak dapat diandalkan. Tiada hari tanpa listrik padam di Bangladesh, termasuk di Dhaka.
Grameen Bank yang sudah puluhan tahun berupaya memberdayakan kelompok termiskin Bangladesh dengan memberi pelayanan kredit mikro tertantang untuk menjawab persoalan ini. Grameen Bank ingin menyediakan tenaga listrik yang terjangkau bagi penduduk Bangladesh, khususnya mereka yang miskin dan berada di daerah pedesaan.
Memperluas jaringan listrik nasional ke semua desa di seluruh pelosok negeri jelas akan menjadi tugas raksasa dan mahal. Selain itu, solusi macam itu juga tidak ramah lingkungan. “Dalam dunia di mana pasokan energi fosil semakin berkurang dan di mana perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi karbon semakin mengacam, kami mencari sumber energi yang akan memenuhi kebutuhan ekonomi bangsa kami tanpa menciptakan masalah baru yang lebih rumit dibanding masalah yang dipecahkan. Setelah bereksperimen dengan turbin tenaga angin dan teknologi lain, kami memutuskan bahwa tenaga surya merupakan pilihan yang tepat,” demikian penuturan Muhammad Yunus. (Yunus, 2008: 94)
Untuk mewujudkan cita-cita itu pada tahun 1996 dirikanlah Grameen Shakti. Tugas utama unit usaha ini adalah menyediakan energi yang bersih, murah dan terbarui bagi masyarakat pedesaan. Teknologi yang dipilih: Solar Photo Voltaic. Produk Grameen Shakti dirancang untuk konsumen keluarga (a solar home system - SHS).
Bangladesh adalah daerah yang kaya akan sinar matahari. Inilah dasar utama pilihan mendirikan Grameen Shakti untuk mengembangkan listrik tenaga surya. Namun tantangan yang dihadapi Grameen Shakti tidak ringan. Persolan utamanya biaya teknologi ini mahal. Bukan rahasia, teknologi listrik tenaga surya cukup mahal sementara energi yang dihasilkan tidak seberapa. Karena itulah SHS bukanlah produk yang mudah dijual.
Untunglah, tantangan ini tidak menyurutkan Grameen Shakti untuk terus memasyarakatkan teknologi listrik tenaga surya. Mereka yakin bahwa dengan memiliki SHS, satu keluarga di desa akan memperoleh banyak keuntungan. Adanya lampu memungkinkan orang bekerja pada malam hari. Mereka yang membuat kerajinan, penjahit dan penyulam dapat terus berkarya pada waktu malam. Mereka yang punya warung dapat membuka warung lebih lama. Selain itu anak-anak juga dapat belajar dengan lebih nyaman. Hadirnya listrik memungkinkan bertambah banyaknya radio dan TV di desa-desa. Ini berarti peluang usaha baru juga. Sementara itu para ibu yang menyewakan handphone, tak perlu pergi jauh untuk mengisi baterai.
Singkatnya, Grameen Shakti terus meyakinkan warga bahwa meskipun investasi awal untuk SHS tinggi, tetapi ke depan pengguna akan memperoleh banyak keuntungan. Mereka tidak akan mengeluarkan uang lagi untuk biaya beban maupun tagihan listrik yang terus naik. Mereka yang kreatif bahkan punya ide untuk berbagi listrik dengan tetangga dan memungut ongkos sewa.
Sistem kredit-mikro
Khusus menyiasati biaya tinggi pada awal pemasangan jaringan listrik tenaga surya ini, Grameen Shakti mengadopsi sistem Grameen Bank: menjual perangkat SHS dengan sistem kredit. Satu perangkat SHS dengan kapasitas produksi 50 watt dan mampu menyuplai tenaga untuk empat lampu pijar dan satu TV hitam putih memerlukan biaya 27.000 Taka (sekitar Rp 4 juta). Grameen Shakti memberi kemungkinan pembayaran dengan cara dicicil selama dua sampai tiga tahun.[8] Kalau dicicil selama tiga tahun, pembeli membayar Tk 750 (Rp112.500) per bulan. Jumlah demikian itu setara dengan jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli minyak tanah.
Berkat cara kredit ini, setelah mendekati 15 tahun berdiri (Oktober 2010), Grameen Shakti berhasil memasarkan 481.435 paket listrik tenaga surya di desa-desa Bangladesh. Dengan jaringan luas berupa 961 kantor cabang yang mencakup lebih dari 40.000 desa, lebih dari 6.795 teknisi, Grameen Shakti membawa listrik bagi lebih dari 3 juta orang. Potensi daya yang dihasilkan setiap hari 96,28 MW-h.
Dipal Chandra Barua, Direktur pelaksana Grameen Shakti bercerita, “Antara 1996 sampai 2003 kami memasang 10.000 SHS. Meski jumlah itu tampaknya tidak banyak, namun itu jumlah yang amat berharga. Menjual 10.000 SHS itu menumbuhkan keyakinan kami bahwa kami sungguh dapat menyediakan energi alternatif untuk Bangladesh. Bagi kami 10.000 yang pertama seperti 10 juta dan orang-orang itu sungguh merupakan pionir.”
Pada tahun-tahun awal, Grameen Shakti memang harus bekerja keras. Untuk memperkenalkan teknologi listrik tenaga surya staf Grameen Shakti melakukan peragaan di kelompok-kelompok dan mengadakan kunjungan dari pintu ke pintu sambil memanfaatkan jaringan dan komunitas Grameen Bank. Mereka juga giat mengadakan pertemuan dengan para pemuka desa dan membagi-bagi brosur, mengadakan pameran ilmu pengetahuan dan menyediakan sistem pembelian kembali barang-barang yang tidak terpakai.
Untunglah, begitu orang mulai melihat dan merasakan manfaat SHS, Grameen Shakti tidak perlu banyak promosi lagi. Sejak 2003 penjualan unit SHS tumbuh berlipat-lipat. Barua bercerita “dari menjual 10.000 unit dalam delapan tahun, sekarang kami menjual 10.000 unit dalam sebulan dan saya masih merasa bahwa kami masih di bawah potensi. Jika sektor ini mendapat dukungan yang semestinya dari pemerintah, listrik tenaga surya dapat membantu meningkatkan suplai jaringan listrik nasional.” Dengan penjualan yang terus meningkat, Grameen Shakti menjadi salah satu produsen listrik tenaga surya terbesar di dunia. Karena keberhasilan ini, tidak kurang dari empat belas penghargaan nasional dan internasional telah diraih oleh Grameen Shakti, beberapa di antaranya European Solar Prize (Jerman, 2003), Ashden Award (Inggris, 2006), Right Livelihood Award (Swedia, 2006), Zayed Future Energy Award (Abu Dhabi, 2009).
Income generating
Selain sistem penjualan unit SHS lewat kredit sehingga terjangkau oleh kelompok miskin, kekhasan Grameen Shakti adalah bahwa program listrik tenaga surya terintegrasi dengan program pembukaan lapangan pekerjaan dan income generating. Dengan demikian pelanggan Grameen Shakti memperoleh keuntungan berlipat.
Tidak hanya menjual produk, Grameen Shakti juga mendirikan 20 Grameen Technology Centers (GTC). Dalam GTC ini para perempuan diajari mengenal SHS, memelihara sistem ini dan juga merakit komponen. Pilihan untuk mengutamakan perempuan mengikuti kebijakan Grameen Bank yang berkeyakinan bahwa pemberdayaan perempuan mempunyai dampak lebih langsung bagi kesejahteraan keluarga ketimbang pemberdayaan laki-laki. Begitu lulus dari GTC para perempuan ini siap bekerja sebagai perakit komponen SHS di GTC atau pun menjadi teknisi yang akan memberikan pelayanan purna jual kepada para pengguna SHS. Hingga kini lebih dari 1.000 perempuan telah dilatih di GTC dan memperoleh pekerjaan baru.
Seorang perempuan desa lulusan GTC setiap hari dapat merakit hingga 30 unit listrik tenaga surya yang siap pasang. Untuk pekerjaan itu ia memperoleh pendapatan Tk 7.000 (sekitar Rp 1 juta) per bulan. Bagi mereka yang telah mahir, tidak tertutup kemungkinan untuk merakit sendiri dan melayani permintaan pemasangan unit listrik tenaga surya dalam koordinasi dengan Grameen Shakti. Lewat GTC ini Grameen Shakti telah membuka lapangan pekerjaan baru bagi ribuan perempuan sekaligus memastikan bahwa SHS yang sudah terpasang akan tetap terawat.
Peluang pada masa depan
Grameen Shakti yang pada awal berdirinya didanai dari pinjaman lunak dan hibah, mencapai titik impas (break-event point) pada 2002. Meningkatnya penjualan SHS semakin membuktikan bahwa tidak mustahil menyediakan energi yang ramah lingkungan, terjangkau dan memberikan keuntungan bagi orang miskin, sekaligus sehat secara bisnis.
Dipal Chandra bahkan percaya bahwa sumber tenaga surya dapat menyediakan tenaga lebih banyak daripada yang diduga. Ia bercerita bahwa di Eropa sekarang ada sistem yang disebut “Feed-In Tariff” yang berjalan amat baik. Sistem ini amat sederhana. Mereka yang memproduksi energi yang terbarui, tak penduli betapa pun kecilnya, dihubungkan dengan jaringan listrik nasional. Karena energi surya diproduksi setiap waktu, ada aliran tetap ke jaringan. Energi ini diukur dan kemudian dibayar dengan harga lebih tinggi dibanding energi yang diproduksi oleh pemerintah. Karena energi terbarui ini dibayar lebih tinggi dari harga energi normal, orang akan bersemangat untuk memproduksinya. Pengguna rumah tangga dapat menyumbangkan energi untuk jaringan nasional sambil memperoleh tambahan penghasilan dari sistem mereka. Gagasan ini sekarang diterapkan di seluruh dunia mulai dari California, Inggris hingga Australia. Menariknya, Feed-In Tariff terkait dengan pertumbuhan energi surya di Spanyol, Jerman dan energi angin di Denmark. Di tiga negara ini berturut-turut sistem Feed-In Tariff menyumbang 9%, 5% dan 20% produksi listrik nasional.
Dipal Chandra Barua mempunyai impian memberdayakan 75 juta orang melalui teknologi yang terbarui. Ia juga punya visi bahwa pada 2015 tujuh setengah juta solar home system dipasang dan 100.000 pekerjaan hijau diciptakan. Jika semua orang punya komitmen dan keyakinan seperti Barua, maka segala sesuatu mungkin.
Biogas
Selain mengembangkan listrik tenaga surya, Grameen Shakti juga memasyarakatkan teknologi biogas.
Di Bangladesh hanya 3% penduduk menikmati fasilitas gas alam yang menjangkau rumah melalui jaringan pipa. Yang beruntung menikmati fasilitas ini adalah mereka yang tinggal di kota-kota. Sementara sebagian besar penduduk desa bergantung pada biomassa, sisa-sisa panenan, kotoran hewan dan kayu sebagai bahan bakar. Selain memicu penebangan hutan, cara ini juga menyengsarakan para perempuan dan anak-anak karena merekalah yang bertugas mencari bahan bakar. Mereka pula korban utama pencemaran yang dihasilkan oleh asap di dapur.
Menjawab persoalan ini Grameen Shakti memperkenalkan teknologi biogas sebagai salah satu cara untuk menyediakan gas alam bagi penduduk pedesaan. Teknologi biogas menghasilkan energi yang efisien dan bebas polusi, serta pada saat bersamaan membuat lingkungan bersih sehingga pemiliknya terhindar dari penyakit. Teknologi biogas dapat dipakai sebagai jalan mengelola limbah secara berkelanjutan dan cocok untuk daerah pedesaan, karena limbah diubah menjadi biogas dan lumpur.
Grameen Shakti berhasil memasyarakatkan dan membangun sumur biogas baik ukuran rumah tangga maupun ukuran besar. Hingga Maret 2009, Grameen Shakti telah memfasilitasi pembangunan 7.000 sumur biogas. Permintaan pembuatan sumur baru dari hari ke hari terus meningkat. Dengan perkiraan bahwa Bangladesh memiliki potensi untuk membangun 4 juta sumur biogas, Grameen Shakti menargetkan untuk membangun setengah juta sumur biogas pada 2012.
Grameen Shakti merancang program ini sedemikian menarik sehingga diminati warga: 1) tersedia kemungkinan pembiayaan dengan model kredit-mikro sehingga sumur biogas terjangkau oleh penduduk desa;[9] 2) sumur dirancang dan dibangun lewat pembicaraan pribadi dengan klien; 3) pelayanan gratis pasca pembangunan termasuk kunjungan teknisi Grameen Shakti setiap bulan selama dua hingga tiga tahun; 4) kesempatan memperoleh pelayanan perawatan tahunan dengan biaya murah ketika masa garansi sudah lewat; 5) pelatihan bagi staf Grameen Shakti dan pengguna; 6) pendekatan komunitas untuk berbagi biaya dan manfaat pembangunan sumur biogas; 7) mengaitkan teknologi biogas untuk mengembangkan usaha pertanian dan peternakan.
Teknologi biogas membuat pekerjaan perempuan lebih ringan. Mereka tidak perlu susah-sudah mencari kayu bakar, tidak perlu menghirup asap dan peralatan masak senantiasa bersih. Waktu yang mereka habiskan untuk memasak juga lebih pendek dan biaya yang diperlukan lebih sedikit. Bahkan sejak awal Grameen Shakti sudah merancang agar sumur biogas juga memberikan tambahan penghasilan bagi pemiliknya.
Seperti SHS, selain untuk penghematan biaya, teknologi biogas juga dirancang untuk memberi kesempatan bagi pengguna meningkatkan pendapatan. Pemilik sumur biogas tidak hanya menggunakan produksinya untuk kebutuhan sendiri, melainkan juga dapat menjual gas mereka kepada tetangga. Dengan selang sederhana yang disalurkan ke dapur tetangga mereka dapat memperoleh tambahan penghasilan Tk 300 – 500 per bulan (sekitar Rp 45.000 – Rp 75.000). Kerja sama ini menguntungkan juga bagi penyewa sebab biaya sewa masih lebih murah dibanding ongkos kalau mereka menggunakan minyak tanah atau pun kayu bakar. Kini sudah ada bahwa warung teh dan penginapan menyewa biogas dari tetangganya untuk mencukupi kebutuhan energi mereka.
Selain dapat menjual gas, pemilik juga dapat memanfaatkan lumpur sisa proses biogas untuk memupuk lahan pertanian. Di samping memangkas biaya pupuk, lumpur biogas juga menyuburkan tanaman dan meningkatkan kualitas tanah. Sisa proses biogas juga bagus untuk dijadikan makanan ikan. Kalau lumpur yang dihasilkan banyak, tentu saja pemilik dapat menjualnya.
Rumah jompo dan beberapa industri mulai tertarik pada teknologi biogas untuk mencukupi kebutuhan energi dan jalan menambah pendapatan. Akber Ali, seorang pengusaha pengolahan besi tingkat menengah, memanfaatkan juga tenaga biogas untuk pabriknya. Karena kebutuhannya banyak, meski mempunyai peternakan sendiri, Ali masih perlu membeli kotoran ternak ayam dan sapi dari petani sekitar. Ini tentu saja merupakan tambahan penghasilan bagi pemilik ternak juga.
Catatan akhir
Persoalan perubahan iklim adalah persoalan bumi yang dapat diatasi hanya jika umat manusia mau bekerja sama. Konsep bisnis sosial memberi kerangka bagi kerjasama kreatif yang mengeksplorasi berbagai kemungkinan yang belum ditapaki oleh bisnis konvensional karena keterbatasan perspektif dan tujuan mereka, yaitu maksimalisasi laba. Binis sosial memberikan ide lain bahwa berbisnis dengan tujuan menjawab persoalan sosial – memberikan layanan kesehatan dan asuransi untuk orang miskin, jasa keuangan dan teknologi informasi bagi orang miskin, pendidikan dan pelatihan untuk orang miskin, pemasaran produk orang miskin, penyediaan energi yang ramah lingkungan dan terbarukan bagi orang miskin dan lain-lain – adalah mungkin dan masuk akal secara bisnis. Bisnis sosial memberikan terobosan penyediaan dana bagi proyek-proyek yang bertujuan sosial sekaligus inovasi manajerial sehingga suatu proyek sosial berkembang dan berkelanjutan. Yang perlu terus diupayakan adalah menggali ide-ide bisnis sosial dan membuat jejaring investor sosial yang siap mendanai.
Grameen Shakti adalah salah satu contoh binis sosial yang berhasil melaksanakan misi sosialnya, yaitu menyediakan energi yang murah dan terbarukan bagi orang miskin, sekaligus sehat dan menguntungkan secara bisnis. Pada saat awal berdiri Grameen Shakti – tidak seperti Grameen Danone – memang belum menggandeng investor sosial. Modal awal Grameen Shakti berasal dari Kelompok Grameen, Dutch Stichting Gilles Foundation, World Bank melalui pemerintah Bangladesh dan pinjaman lunak. Untuk menutup biaya operasional pada masa awal, Grameen Shakti juga didanai oleh USAID. Namun pada tahun 2002 – enam tahun setelah berdiri – Grameen Shakti telah mencapai titik impas. Kini dengan pelayanan yang semakin luas dan menjangkau lebih dari tiga juta orang, Grameen Shakti menjadi ladang investasi yang menarik bagi para investor sosial. Grameen Shakti memberi peluang kepada banyak orang yang ingin membantu orang miskin memperoleh pelayanan energi murah. Salah satu caranya adalah dengan menginvestasikan dana mereka dalam Grameen Shakti sehingga target 2015 untuk memasang tujuh setengah juta solar home system dan menciptakan 100.000 pekerjaan hijau tercapai.
Grameen Shakti juga telah membuktikan bahwa adalah sangat mungkin untuk melibatkan orang miskin dalam gerakan menggunakan energi yang terbarukan dan ramah lingkungan. Antusiasme orang-orang desa untuk memakai produk yang ditawarkan Grameen Shakti adalah bukti nyata. Orang miskin bersemangat karena mereka melihat sendiri bahwa energi yang terbarukan itu menguntungkan dan memberi nilai tambah kepada mereka. Grameen Shakti tidak hanya memberikan layanan energi yang murah dan sehat bagi orang miskin, tetapi juga membuat mereka lebih produktif, membuka lapangan pekerjaan bagi lebih dari hampir tujuh ribu teknisi, menciptakan pengusaha-pengusaha baru dan membuat perputaran ekonomi di desa semakin cepat.
Apakah keberhasilan Grameen Shakti menantang kita untuk menciptakan bisnis sosial yang menjawab persoalan perubahan iklim, kemiskinan dan persoalan sosial lainnya?
Ketika mau memulai suatu proyek – apalagi proyek sosial – sering kali orang bertanya: dananya dari mana? Bisnis sosial mengingatkan kita bahwa yang paling penting bukan dana, melainkan menyusun konsep bisnis sosial terlebih dahulu. Dan tidak sulit untuk mencari ide bisnis sosial. Muhammad Yunus memberikan tips sederhana: “buatlah daftar persoalan di sekitar Anda yang membuat Anda prihatin. Pilih satu persoalan yang ingin Anda tanggapi; dari situ situ kreativitas akan muncul. Setelah itu lakukan sesuatu!” Semoga seminar kita hari ini menculkan ide yang membuahkan tindakan nyata. Bisnis sosial membantu kita mewujudkan ide kreatif dalam menolong sesama.***
Sumber:
Muhammad Yunus, Creating a World Without Poverty. Social Business and the Future of Capitalism (Dhaka: Subarna, 2008)
Nader Rahman, “A Solar Dream” dalam The Star. Weekend Magazine , May 15, 2009, hlm. 8-13.
Sam Haley-Harris, State of the Microcredit Summit Campaign Report 2009 (Washington D.C.: The Microcredit Summit Campaign, 2009)
Website Grameen Shakti: http://www.gshakti.org.
[1] Aktivis Credit Union Bererod Gratia dan Credit Union Microfinance Innovation
[2] Muhammad Yunus, Creating a World Without Poverty. Social Business and the Future of Capitalism (Dhaka: Subarna, 2008), hlm. 204. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan. Bagaimana Bisnis Sosial Mengubah Kehidupan Kita (Jakarta: Gramedia, 2008).
[3] http://www.grameen-info.org; diakases 20 November 2010.
[4] Sam Haley-Harris, State of the Microcredit Summit Campaign Report 2009 (Washington D.C.: The Microcredit Summit Campaign, 2009), hlm.
[5] Kisah sukses para penerima kredit mikro dapat dilihat dalam www.grameenfoundation.org, www.microcreditsummit.org dan website berbagai lembaga keuangan mikro lain.
[6] Muhammad Yunus, Bank Kaum Miskin (Jakarta: Marjin Kiri, 2007).
[7]Lebih lanjut tentang proyek-proyek binis sosial Grameen silahkan kunjungi: http://www.grameencreativelab.com.
[8] Ada beberapa kemungkinan cara pembayaran. Pertama, pengguna layanan membayar uang muka sebesar 15% dari total harga. 85% persen biaya sisanya dicicil setiap bulan dalam jangka waktu 3 tahun dengan bunga 6% (sistem tetap). Kedua, pengguna layanan membayar uang muka sebesar 25% dari total harga; 75% sisanya dicicil dalam jangka 2 tahun dengan bunga 4% (sistem tetap).
[9] Pembeli membayar 25% total biaya sebagai uang muka. 75% sisanya dicicil tiap bulan selama dua tahun dengan bunga 8% (skema tetap). Selain itu, pembeli dapat membangun sumur dengan biaya sendiri di bawah pengawasan teknisi Grameen Shakti. Dalam sistim yang kedua ini, separo biaya pengawasan dan bantuan teknik dibayar di muka dan sisanya dibayar setelah sumur selesai dibangun.
http://www.dapunta.com/grameen-shakti-bisnis-sosial-untuk-energi-ramah-lingkungan.html
Gambar dari Google Images
0 comments:
Post a Comment