The Widgipedia gallery
requires Adobe Flash
Player 7 or higher.

To view it, click here
to get the latest
Adobe Flash Player.

Saturday, June 02, 2012

Pemberdayaan Umat Melalui Credit Union

Oleh : Ign. Djoko Irianto
Ketua CU Gema Rosari


”Dirikanlah Credit Union di Paroki sebagai sarana pemberdayaan umat”, demikian salah satu fokus kotbah Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM, Uskup Bogor, pada Misa pelantikan pengurus DPP dan DKP Paroki Santo Herkulanus pada tanggal 30 Januari 2011. Bapa Uskup mengingatkan kembali kepada para pengurus DPP dan DKP tentang hasil-hasil sidang Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2000 yang menekankan pemberdayaan komunitas basis yang terbuka sebagai awal baru hidup menggereja.

Pemberdayaan komunitas basis mendapat penegasan kembali dalam sidang SAGKI 2005. Hasil sidang SAGKI 2005 merekomendasikan kepada Gereja (Paroki) agar mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)/Credit Union untuk pemberdayaan sosial ekonomi di umat basis. Surat Gembala Prapaskah 2007 dari Keuskupan Bogor (sebagai tindaklanjut dari hasil sidang SAGKI th.2005) menegaskan 3 pilihan program, yaitu:
- Terus menerus mengupayakan pendidikan nilai melalui keluarga, sekolah dan bentuk pembinaan lainnya.
- Menjadi lebih peka terhadap kebutuhan sesama yang kekurangan melalui pemberdayaan sosial ekonomi umat.
- Mewujudkan gereja yang merasul melalui dialog persaudaraan dengan semua orang, terlibat dalam kegiatan memasyarakat dan serta membangun lingkungan yang harmonis.

Perhatian Gereja terhadap pemberdayaan sosial ekonomi umat dinyatakan kembali dalam Nota Pastoral Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) 2006 yang berjudul HABITUS BARU: EKONOMI YANG BERKEADILAN. Komisi Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) Se- Keuskupan Regio Jawa menindaklanjutinya dengan mengadakan workshop pada tanggal 17-21 Juli 2006. Kegiatan ini diadakan di Hening Griya, Baturaden, Purwokerto, Jawa Tengah yang dihadiri oleh perwakilan Keuskupan yang ada di Regio Jawa. Para peserta utamanya ialah aktivis karya sosial, penggiat Credit Union (CU) serta pelaku Koperasi Simpan Pinjam, didampingi para imam moderator PSE masing-masing.

Rm. Stefanus Hario Subianto, CM, selaku Sekjen Komisi PSE KWI mengatakan, pengembangan gerakan simpan pinjam, credit union memang sangat tepat untuk dikembangkan. Karena gerakan ini berbasis ekonomi kerakyatan dan berupa keuangan mikro. Ketahanan keuangan mikro masyarakat terbukti mampu diandalkan dalam menghadapi krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Imam yang lama berkarya di Keuskupan Banjarmasin dan Keuskupan Sorong, Papua ini mengisahkan pengalamannya. Di kedua tempat itu, ia sempat pesimis ketika merintis berdirinya credit union. Hal ini karena banyak kendala antara lain mentalitas konsumtif masyarakat, tidak suka menabung dan isu agama maupun perbedaan suku. Namun, karena terbukti credit union membuat kehidupan masyarakat kecil lebih sejahtera, maka masyarakat sendiri yang akhirnya tertarik untuk bergabung.

Sementara itu, Bapak Tjandra, fasilitator yang juga termasuk dalam anggota Komisi PSE KWI meyakinkan peserta bahwa ekonomi kerakyatan semacam credit union sangat tepat menjadi pilihan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Asal para penggiat credit union konsisten mematuhi prinsip-prinsip keuangan mikro yang sangat selaras dengan Ajaran Sosial Gereja. Karena credit union ini didasarkan pada prinsip swadaya, solidaritas dan pembinaan anggota terus-menerus. Bapak Tjandra yang sempat mendampingi masyarakat pasca gempa di Nias, Sumatera Selatan menceritakan, "Memang sesudah terjadi gempa, ekonomi masyarakat Nias terpuruk. Namun justru mereka sadar untuk bergabung dalam simpan pinjam". Keadaan ini membuat asset dari credit union di sana meningkat drastis, karena mentalitas masyarakat yang tergerak untuk menabung demi menata kembali ekonominya yang terpuruk.

Mgr. Julianus Sunarko, SJ mengingatkan kegiatan ekonomi kerakyatan sangat mendesak untuk digulirkan. Namun tetap harus mengutamakan prinsip kemanusiaan ialah: prinsip keselamatan manusia sebagai tujuan akhir, prinsip kesetiakawanan yang berciri pilihan untuk kaum marginal, serta globalisasi solidaritas. Uskup Purwokerto itu menunjukkan bahwa saat ini makin banyak orang yang tak memiliki perlindungan akan hak-hak hidup mereka, Gereja patut terlibat dalam kegiatan pemberdayaan. Globalisasi yang terjadi ternyata hanya menyejahterakan kelompok kecil masyarakat saja, bahkan memperlemah kedaulatan suatu bangsa. Maka, globalisasi solidaritas dari kaum kecil dan masyarakat miskin perlu didukung. Jika tidak, masyarakat kecil hanya akan "dikangkangi" pemodal besar. Beliau juga mengatakan, karya sosial yang nyata akan sungguh meringankan beban masyarakat yang saat ini sangat lemah kehidupannya.

Pertanyaan kita adalah, ”sebagai pengurus Gereja, bersediakah kita menjalankan himbauan Bapa Uskup Bogor untuk senantiasa melayani umat melalui pemberdayaan sosial ekonomi dengan membangun Credit Union?” Semua terpulang pada sikap kita.

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Bookmark and Share

Site Meter

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP